JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mempertanyakan dasar hukum wakil menteri di Indonesia dapat merangkap jabatan.
Pasalnya, pada era pemerintahan Presisen Joko Widodo, sejumlah wakil menteri juga menjabat sebagai komisaris dan komisioner di sebuah lembaga negara.
Hal ini Saldi tanyakan kepada perwakilan pemerintah dan presiden yang hadir dalam sidang uji materi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara terkait kedudukan wakil menteri.
"Apa yang membenarkan atau apa dasar hukum, apa yang membenarkan wakil menteri itu bisa jadi komisaris? Kan banyak wakil menteri tuh, hampir semua wakil menteri jadi komisaris, lalu ada juga yang jadi komisioner di lembaga negara," kata Saldi dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).
Saldi lantas menyinggung Wakil Menteri Keuangan yang kini menjabat sebagai Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Saldi, keadaan itu bukan tidak mungkin menggoyahkan independensi sebuah lembaga.
"Kalau yang kayak-kayak begini supaya Mahkamah bisa dibantu, supaya kita bisa melihat peta kebutuhan wamen itu memang kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan atau kebutuhan-kebutuhan lain," ujar dia.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Hakim MK Suhartoyo.
Sebab, dari penjelasan yang disampaikan oleh perwakilan pemerintah dan presiden dalam sidang, yaitu Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Ardiansyah, tugas wakil menteri tidaklah mudah.
Kendati demikian, jabatan berat itu justru diemban oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan di lembaga lainnya.
"Tadi kan message itu untuk beban kerja untuk kementerian yang berat dipandang perlu dibantu wamen, ini ada korelasinya kenapa justru para wamen diperbolehkan menjabat jabatan rangkap," ujar Suhartoyo.
Suhartoyo juga bertanya apakah jabatan wakil menteri termasuk sebagai pejabat negara atau tidak.
Pasalnya, ada aturan yang melarang pejabat negara untuk rangkap jabatan.
"Wamen ini sebagai pejabat negara atau bukan. Kalau pejabat negara, sebenarnya ada larangan-larangan untuk merangkap jabatan itu," kata Suhartoyo.
Diberitakan sebelumnya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara spesifik, aturan yang dimohonkan untuk diuji adalah Pasal 10 yang mengatur mengenai jabatan wakil menteri.
Pemohon dalam perkara ini adalah seorang advokat yang juga Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) bernama Bayu Segara. Ia menilai, jabatan wakil menteri tidak urgen untuk saat ini sehingga harus ditinjau ulang.
"Posisi wakil menteri ini secara konstitusional tidak jelas," kata kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, seusai persidangan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).
Victor lalu mencontohkan, ada dua wakil menteri di Kementerian BUMN yang merangkap jabatan sebagai komisaris.
Hal itu, menurut pemohon, menandakan bahwa tugas wakil menteri tidak banyak dan tak urgen. Sebab, jika urgen, tidak mungkin kursi wakil menteri diberikan kepada seorang yang sudah menjabat sebagai komisaris BUMN.
Rangkap jabatan itu juga dinilai berlawanan dengan tujuan pengangkatan wakil menteri, yaitu untuk mengemban beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/10/15201451/sidang-uji-materi-hakim-mk-pertanyakan-wakil-menteri-yang-rangkap-jabatan