Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penambahan Jumlah Anggota DPR Terkesan Bagi-bagi Kursi"

Kompas.com - 31/05/2017, 10:37 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penambahan kursi DPR RI menjadi polemik di masyarakat. Prinsip keterwakilan menjadi salah satu alasan utamanya.

Pemerintah dan DPR pun sepakat menambah 15 kursi DPR RI.

Namun, apakah penambahan tersebut bisa benar-benar menjawab keterwakilan masyarakat?

Plt Sekretaris Jenderal Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta menyayangkan penambahan kursi tersebut tak didasarkan kebutuhan.

"Yang disayangkan KIPP adalah tidak ada dasar kebutuhan yang sebenarnya, bukan pada angkanya, tapi realitas. Sehingga tidak terkesan bagi-bagi kursi," kata Kaka saat dihubungi Kompas.com, Rabu (31/5/2017).

Hal itu terlihat tidak runutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).

(baca: Alasan Pemerintah Sepakati Penambahan 15 Kursi DPR RI)

Kaka menuturkan, seharusnya pembahasan dimulai dari penghitungan daerah pemilihan. Pada kenyataannya, jumlah daerah per dapil justru belum diketuk palu.

"Untuk (daerah) yang kursinya mahal ditambah satu kursi, rasionya dari mana? Akhirnya nanti utak atik dapil. Harusnya dapil dulu baru keluar," kata dia.

Adanya kompromi-kompromi yang dilakukan untuk meloloskan 15 kursi DPR RI tersebut, menurut dia, tak lantas menyelesaikan akar permasalahan sebenarnya, yakni representasi ideal sebuah kursi.

Bicara soal representasi ideal, kata Kaka, bukan dilihat dari mahal atau murahnya sebuah kursi DPR RI.

(baca: Tambahan 15 Kursi DPR RI Diperkirakan Kuras Anggaran Rp 30 Miliar Per Tahun)

Mahal atau murahnya kursi merupakan hukum alam tentang ambang batas alamiah sebuah kursi.

Prinsip keterwakilan, menurut dia, salah satunya ditunjukan dari sinergitas DPR dan DPD. Keduanya seharusnya saling mengisi sehingga menjadi bikameral.

Namun, hal ini justru tak terlihat akan diakomodasi oleh Pansus RUU Pemilu. Bahkan, ada wacana untuk mengurangi kursi DPD RI.

"Di satu sisi mengatakan adanya masalah berkaitan dengan representasi ideal, tapi di sisi lain mengurangi DPD," ujar Kaka.

"Katanya tidak ada keterwakilan yang cukup. Sementara keterwakilan yang cukup, bisa di fill-in (isi) sebenarnya oleh DPD," sambung dia.

Sementara itu, hasil jajak pendapat KedaiKOPI juga menunjukan bahwa mayoritas masyarakat tak menyetujui penambahan kursi DPR RI tersebut, yakni 81 persen dari total 200 responden.

Hasil jajak pendapat juga menyebutkan bahwa penambahan kursi tersebut dinilai tak akan berpengaruh terhadap kinerja DPR (73 persen).

"Penambahan kursi DPR juga dicitrakan tidak mempermudah komunikasi rakyat dengan anggota DPR," kata Founder KedaiKOPI, Hendri Satrio.

"Ada 80 persen responden yang menyatakan demikian," sambungnya.

Adapun jajak pendapat tersebut dilakukan kepada 200 responden di Jabodetabek melalui sambungan telepon pada 27 dan 28 Mei 2017.

Responden dipilih acak dari data responden internal yang dimiliki KedaiKOPI.

Tingkat pendidikan responden adalah lulusan S1 81 Persen, lulusan D3 12 persen, lulusan S2 6 persen dan lulusan S3 2 persen. Semua responden berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com