JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR Muhammad Iqbal mengapresiasi langkah Jaksa Agung HM Prasetyo mengesampingkan kasus dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Melihat rekam jejak Abraham dan Bambang yang sukses menjerat para koruptor kelas kakap selama memimpin KPK, Iqbal menganggap deponir sudah tepat.
"Bagaimanapun mereka berdua adalah mantan pimpinan KPK yang telah banyak berbuat untuk negara dalam hal pemberantasan korupsi," kata Iqbal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Iqbal menilai, keputusan Jaksa Agung ini sudah sesuai harapan masyarakat luas yang berharap Abraham dan Bambang bisa terbebas dari kasus hukum yang menjeratnya.
(baca: Deponir Kasus Abraham-Bambang, Jaksa Agung Dianggap Tampar Institusi Sendiri)
Oleh karena itu, syarat untuk melakukan deponir, yakni demi kepentingan umum, sudah terpenuhi.
"Tentu keputusan ini harus dilandaskan semangat kegiatan pemberantasan korupsi yang lebih baik lagi di masa yang akan datang," kata dia.
Jaksa Agung sebelumnya mengaku, deponir dilakukan walau telah menerima berkas perkara itu secara lengkap atau P 21 dari kepolisian. (Baca: Ini Alasan Jaksa Agung Deponir Kasus Samad dan Bambang Widjojanto)
Kejaksaan beralasan kasus Abraham dan Bambang dikesampingkan karena kasus yang menimpa keduanya sebagai aktivis pemberantasan korupsi berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Selain itu, respons masyarakat terhadap kasus yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ini dianggap akan berdampak terhadap turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Abraham ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen kartu keluarga dan kartu tanda penduduk atas nama Feriyani Lim.
Adapun, Bambang adalah tersangka perkara dugaan menyuruh saksi memberi keterangan palsu di sidang sengketa hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat ketika itu.
Berbagai pihak, termasuk Abraham dan Bambang, menganggap polisi telah merekayasa kasus. Ada pula yang menilai polisi mencari-cari kesalahan lantaran kasus Abraham disebut terjadi tahun 2007 dan Bambang tahun 2010.
Tuduhan itu muncul karena penetapan tersangka keduanya dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.