Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal RUU KPK, Fadli Zon Anggap Pemerintah seperti Manajemen Warung Kopi

Kompas.com - 19/02/2016, 15:45 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, pemerintah kembali tidak satu suara dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut dia, perbedaan suara ini dapat dilihat dari komentar pejabat pemerintah yang bertolak belakang di media massa.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menilai, draf revisi UU KPK yang ada saat ini sudah cukup baik.

Ia menganggap revisi itu untuk penguatan KPK. (Baca: Luhut Dukung Draf Revisi UU KPK)

Hal sebaliknya diucapkan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi yang merupakan mantan pimpinan KPK.

Johan menilai bahwa pelemahan KPK akan terjadi jika dalam revisi diselipkan pasal yang membatasi masa tugas KPK, menghapus kewenangan penuntutan, dan diaturnya mekanisme penyadapan dengan izin pengadilan.

(Baca: Jokowi Cermati Gelombang Penolakan Revisi UU KPK)

"Itulah yang sering saya bilang bahwa pemeritah ini manajemennya seperti warung kopi," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/2/2016).

Fadli meyakini ada berbagai kepentingan dalam revisi UU KPK yang membuat para pejabat pemerintah tidak satu suara.

Dia mengaku tidak mempermasalahkan perbedaan kepentingan itu.

Menurut Fadli, yang terpenting pemerintah harus menyatukan dulu pendapatnya dalam rapat internal. Setelah itu, barulah perwakilan pemerintah berbicara di publik.

"Kalau seperti yang sekarang ini, publik akan dengan mudah membaca bahwa pemerintah tidak terkoordinasi dengan baik," ucap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno sebelumnya mengakui, pemerintah saat ini terbelah dalam menyikapi revisi UU KPK.

Kelompok yang disebutnya sebagai pihak formal, yakni Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, mendukung revisi ini. 

(Baca: Jusuf Kalla: Kenapa Harus Khawatir kalau KPK Ada Pengawasnya?)

Sementara itu, ada pula pihak yang disebutnya informal, yakni Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi, yang menolak revisi.

"Tetapi, mereka itu untuk second opinion saja, yang secara formal bolak-balik ke DPR untuk membahas revisi UU KPK ini kan Menkumham," ucap Hendrawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).

"Apa Menkumham bolak-balik ke sini hanya mewakili diri sendiri?"  kata dia.

Hendrawan meminta Jokowi untuk lebih mendengarkan masukan dari kelompok formal. Sebab, kerja mereka berkaitan langsung dengan revisi UU KPK yang saat ini sedang bergulir di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com