JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha properti mewah yang dikenal sebagai "crazy rich" Surabaya Budi Said ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Budi Said disebut terlibat dalam kasus rekayasa jual beli emas logam mulia PT Antam Tbk.
Dalam kasus tersebut, PT Antam ditaksir mengalami kerugian hingga 1.136 kg emas logam mulia atau setara Rp 1,2 triliun akibat perbuatan Budi Said.
Budi Said pun harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejagung selama 20 hari ke depan akibat perbuatannya itu.
Saat dimintai respons perihal penahanannya pun, Budi Said terlihat memilih bungkam dan buru-buru masuk ke mobil tahanan.
Baca juga: Perjalanan Kasus Budi Said, Dulu Menang Lawan Antam, Kini Jadi Tersangka Jual Beli Emas Rp 1,1 T
"Telah memanggil seorang saksi bernama BS seorang pengusaha properti di Surabaya untuk didengar keterangannya terkait dengan adanya rekayasa jual beli emas dimaksud," ujar Dirdik Jampidsus Kejagung Kuntadi dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).
"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara insentif, pada hari ini status yang bersangkutan kita naikkan sebagai tersangka," sambungnya.
Lantas, bagaimana duduk perkara yang membuat Budi Said tersandung kasus rekayasa jual beli emas Antam ini?
Kuntadi mengatakan kasus Budi Said ini terjadi pada Maret-November 2018 silam.
Kuntadi menyebut Budi Said melakukan aksi rekayasa jual beli itu bersama dengan sejumlah oknum pegawai PT Antam.
"Tersangka bersama-sama dengan saudara EA, saudara AP, saudara EK, dan saudara MD, beberapa di antarannya merupakan oknum pegawai PT Antam, telah melakukan pemufakatan jahat merekayasa transaksi jual beli emas," ujar Kuntadi.
Baca juga: Budi Said Jadi Tersangka Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Antam Rp 1,1 Triliun, Langsung Ditahan
Kuntadi menjelaskan, Budi Said membeli emas dengan harga jual di bawah harga yang sudah ditentukan PT Antam.
Dia menyebut Budi Said membeli emas dengan harga miring seolah-olah sedang ada diskon dari PT Antam.
"Padahal pada saat itu Antam tidak menerapkan diskon," ucapnya.
"Guna menutupi transaksinya tersebut, maka para pelaku ini menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan oleh PT Antam. Sehingga PT Antam tidak bisa mengontrol keluar masuknya logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan," sambung Kuntadi.