Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribut di Pemda gara-gara PLTSa dan Solusi “Bisnis Ajaib” Stranas PK

Kompas.com - 08/11/2023, 11:44 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

 JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menawarkan jalan keluar untuk masalah beban biaya pengelolaan sampah pemerintah daerah yang dinilai justru menguntungkan vendor atau pihak swasta.

Koordinator Harian Stranas PK Niken Ariati menjelaskan, sebanyak 12 pemerintah daerah mendapatkan instruksi agar mengelola sampah dan mengalihkannya ke Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Kebijakan ini merupakan proyek strategis nasional (PSN) yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Menurut Niken, kebijakan itu tidak berjalan dan menghadapi banyak masalah di lapangan.

Baca juga: Ramah Lingkungan, Begini Cara Sampah Diubah Menjadi Listrik di PLTSa

“Tahun 2020 kita bisa bilang ke presiden bahwa ini Perpres enggak jalan. Kalau jalan itu enggak bisa karena sistem bisnisnya enggak baik dan pengadaannya semua bermasalah,” kata Niken saat ditemui awak media di gedung Anti Corruption Learning Centre Komisi Pemberantasan Korupsi (ACLC KPK), Jakarta, Senin (6/11/2023).

Niken mengatakan, sejumlah pemerintah daerah yang mendapatkan instruksi dalam Perpres itu bergejolak karena bersikap resisten atau tidak mau melaksanakan Perpres tersebut.

Salah satunya adalah Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi yang diancam dengan hak angket oleh DPRD karena menolak menandatangani pembangunan PLTSa atau intermediate treatment facility (ITF).

Heru memutuskan membangun dua refuse derived fuel (RDF) Plant. RDF merupakan bahan bakar alternatif hasil pemilahan sampah padat perkotaan yang mudah dan tidak mudah terbakar.

Niken menyebut, Heru menolak karena program tersebut terlalu membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Baca juga: Rencana Pembangunan PLTSa di TPA Cipeucang, Dinas LH Klaim Studi Kelayakan Sudah Rampung

Padahal, Pemprov DKI Jakarta diketahui sebagai pemerintah daerah dengan pendapatan yang tinggi. Namun, besarnya biaya itu membuat mereka terbebani

“Pemda kalau dibebani harus PLTSa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah itu pasti akan ribut karena investasinya tinggi,” kata Niken.

“Bayangkan ya, sekelas DKI saja merasa kemahalan apalagi yang lain,” tambahnya.

Selain Heru, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka juga menolak membayar tipping fee.

Tipping fee merupakan bea gerbang yang dibayarkan pemerintah kepada pihak swasta untuk membakar sampah.

“Dia enggak mau bayar tipping fee pengelolaan sampah,” kata Niken.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com