JAKARTA, KOMPAS.com - Belasan hukum tata negara dan administrasi negara yang melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas dugaan pelanggaran etik, berharap Majelis Kehormatan MK (MKMK) berani mengambil putusan progresif pada hari ini, Selasa (7/11/2023).
"Dengan cara menyatakan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 batal demi hukum karena disusun dengan proses yang cacat formil akibat kentalnya konflik kepentingan," ujar peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Violla Reininda, selaku pengacara belasan pakar hukum itu melalui keterangan tertulisnya, Selasa.
"Atau setidak-tidaknya memerintah MK memeriksa ulang seluruh pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden tanpa melibatkan hakim terlapor Anwar Usman. Hal ini sejalan dengan asas keadilan dan Pasal 17 ayat (5), (6), dan (7) UU Kekuasaan Kehakiman," jelasnya.
Sebelumnya, berbagai pakar hukum telah menegaskan bahwa putusan etik dari MKMK tidak bisa membatalkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 secara hukum.
Baca juga: Kondisi Terkini Kawasan Patung Kuda, Steril dan Sepi Jelang Putusan MKMK
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie juga mengakui hal tersebut meski tak menutup kemungkinan untuk membuat putusan progresif sebagaimana dimintakan para pelapor itu.
Namun, pekan lalu, Jimly menyatakan bahwa pihaknya masih butuh diyakinkan oleh para pelapor. Sebab, walau UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan tidak sah putusan yang diadili oleh hakim berkonflik kepentingan, Pasal 24C UUD 1945 menyatakan putusan MK final dan mengikat.
"Akibat perbuatan hakim terlapor, konstruksi amar putusan perkara a quo serampangan, Mahkamah Konstitusi dicap Mahkamah Keluarga yang berakibat hilangnya kepercayaan publik pada Mahkamah Konstitusi," kata Violla.
Ia menegaskan, Anwar Usman telah melakukan banyak pelanggaran fatal yang bukan hanya telah melanggar etik dan perilaku hakim serta sumpah jabatan, tetapi juga telah melecehkan konstitusi serta demokrasi dengan tidak mengelola konflik kepentingan yang dimilikinya dan justru secara vulgar ia pertontonkan.
Baca juga: Jelang Putusan MKMK soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim, 1.998 Aparat Gabungan Diterjunkan
Anwar dinilai telah melanggar banyak prinsip, mulai dari prinsip independensi, ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan keseksamaan, kewajiban menjalankan hukum acara, sampai larangan berkomentar atas perkara yang diadili.
"Para pelapor berharap MKMK menyambut panggilan sejarah untuk memulihkan keluhuran MK, dengan memberhentikan secara tidak terhormat Hakim Konstitusi Anwar Usman sebagai Ketua MK dan hakim konstitusi," tegas Violla.
"Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Hakim Terlapor telah melanggar sumpah jabatannya untuk memimpin dengan baik dan adil," ucapnya.
Total, MKMK telah memeriksa pelapor pada 21 perkara itu dalam persidangan yang digelar maraton sejak Selasa (31/11/2023).
Baca juga: Jelang Putusan Etik Anwar Usman, Kekosongan Aturan MKMK Tingkat Banding Jadi Sorotan
MKMK juga telah memeriksa 9 hakim konstitusi secara terpisah dan tertutup, dengan Anwar diperiksa dua kali pada Selasa dan Jumat lalu.
MKMK juga telah memeriksa bukti rekaman video CCTV dan panitera terkait soal kejanggalan riwayat pendaftaran perkara 90/PUU-XXI/2023 itu.
MKMK juga memberi indikasi bahwa Anwar menjadi pusaran kasus etik ini sebagai hakim yang paling banyak dilaporkan (15 dari 21 laporan).