JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melampirkan buku yang ditulis Jimly Asshiddiqie dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai Jimly berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap memuat konflik kepentingan.
Buku berjudul Oligarki dan Totalitarianisme Baru terbitan LP3ES itu dijadikan bahan pendukung laporan PBHI soal dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, termasuk Ketua MK Anwar Usman.
Ketua PBHI Julius Ibrani menukil ulang sebagian isi buku itu, khususnya soal bagaimana konflik kepentingan dan kaitannya antara kenegarawanan dan pejabat negara.
"Bagaimana memengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara, termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerinthan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," ucap Julius yang terhubung secara daring dari Malaysia, Kamis (2/11/2023).
"Profesor Anwar Usman kami nyatakan dengan tegas bahwa sebagai ketua MK dan hakim konstitusi yang memeriksa perkara itu memiliki konflik kepentingan karena merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo," tutur dia.
Baca juga: Sidang MKMK, Terungkap Gugatan Almas Tsaqibbirru soal Usia Capres-Cawapres Tak Ditandatangani
PBHI juga menjadikan buku tersebut sebagai bahan pendukung untuk menguatkan dugaan pelanggaran kode etik empat hakim konstitusi lainnya, yaitu Guntur Hamzah dan Manahan Sitompul yang setuju bersama Anwar Usman dalam putusan itu, serta Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) guna menyetujui putusan itu.
Menurut Julius, empat hakim itu sepatutnya tidak membiarkan Anwar Usman terlibat.
Sebelumnya, karya Jimly tersebut juga sempat dijadikan bahan pendukung untuk pembuktian dalam sidang pemeriksaan pelapor lainnya pada Selasa (31/10/2023).
Jimly tak mempermasalahkannya. Namun, ia meminta pelapor agar tak mengungkapkannya secara lisan di dalam sidang atau bahkan menyanjungnya ketika karyanya dijadikan bahan pendukung.
Menurut Jimly, hal tersebut berpotensi disalahpahami sebagian pihak sebagai upaya agar dirinya tersentuh dan mengabulkan permohonan.
Baca juga: 3 Hakim Konstitusi Diperiksa Terkait Dugaan Pelanggaran Etik Kamis Ini, Salah Satunya Anggota MKMK
Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Baca juga: Titik Terang Sidang MKMK, Bukti Cukup dan Dugaan Kebohongan Anwar Usman
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.