Salin Artikel

Sidang MKMK, Pelapor Lampirkan Buku Jimly untuk Dukung Dugaan Anwar Usman Langgar Etik

Buku berjudul Oligarki dan Totalitarianisme Baru terbitan LP3ES itu dijadikan bahan pendukung laporan PBHI soal dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, termasuk Ketua MK Anwar Usman.

Ketua PBHI Julius Ibrani menukil ulang sebagian isi buku itu, khususnya soal bagaimana konflik kepentingan dan kaitannya antara kenegarawanan dan pejabat negara.

"Bagaimana memengaruhi tugas dan tanggung jawab pejabat negara, termasuk dalam konteks kekuasaan politik pemerinthan baik itu eksekutif, legislatif, dan juga yudikatif," ucap Julius yang terhubung secara daring dari Malaysia, Kamis (2/11/2023).

"Profesor Anwar Usman kami nyatakan dengan tegas bahwa sebagai ketua MK dan hakim konstitusi yang memeriksa perkara itu memiliki konflik kepentingan karena merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo," tutur dia.

PBHI juga menjadikan buku tersebut sebagai bahan pendukung untuk menguatkan dugaan pelanggaran kode etik empat hakim konstitusi lainnya, yaitu Guntur Hamzah dan Manahan Sitompul yang setuju bersama Anwar Usman dalam putusan itu, serta Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) guna menyetujui putusan itu.

Menurut Julius, empat hakim itu sepatutnya tidak membiarkan Anwar Usman terlibat.

Sebelumnya, karya Jimly tersebut juga sempat dijadikan bahan pendukung untuk pembuktian dalam sidang pemeriksaan pelapor lainnya pada Selasa (31/10/2023).

Jimly tak mempermasalahkannya. Namun, ia meminta pelapor agar tak mengungkapkannya secara lisan di dalam sidang atau bahkan menyanjungnya ketika karyanya dijadikan bahan pendukung.

Menurut Jimly, hal tersebut berpotensi disalahpahami sebagian pihak sebagai upaya agar dirinya tersentuh dan mengabulkan permohonan.

Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 20 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.

MKMK menyatakan bakal membacakan putusan paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

https://nasional.kompas.com/read/2023/11/02/13480071/sidang-mkmk-pelapor-lampirkan-buku-jimly-untuk-dukung-dugaan-anwar-usman

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke