Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-detik Mencekam Kerusuhan 27 Juli 1996 di Kantor PDI, di Mana Megawati?

Kompas.com - 28/07/2023, 14:47 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari masih fajar ketika Sabtu, 27 Juli 1996 Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat, diserbu massa pendukung Soerjadi.

Isu tentang penyerbuan ini memang sudah merebak seminggu sebelumnya. Suhu politik meninggi sejak Kongres PDI Medan yang digelar 22 Juni 1996 menyatakan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang baru untuk masa jabatan 1996-1998.

Akibat kongres tersebut, muncul dualisme kepemimpinan di tubuh PDI. Sebab, atas ketetapan Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 6 Desember 1993, Megawati Soekarnoputri bersikukuh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI periode 1993-1998 yang sah.

Eskalasi politik itu memuncak dalam peristiwa penyerbuan massa pendukung Soerjadi terhadap kantor DPP PDI yang diduduki PDI kubu Megawati. Peristiwa kelam tersebut kini dikenal sebagai Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.

Baca juga: Sabtu Kelabu 27 Juli 1996, Saat Konflik PDI Berujung Kerusuhan yang Telan Rp 100 Miliar...

Saat itu, sekitar pukul 06.30 WIB, Satuan Tugas (Satgas) PDI yang berjaga semalaman masih tertidur ketika ratusan massa PDI pro-Soerjadi berseragam kaus merah bertuliskan “Pendukung Kongres IV Medan” dan ikat kepala merah datang menghambur.

Dituliskan Peter Kasenda dalam Peristiwa 27 Juli 1996 Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018), massa PDI pendukung Soerjadi berteriak memaki-maki dan menghujani dengan batu para pendukung Megawati yang bertahan di kantor DPP PDI. Para penyerbu juga membakar spanduk-spanduk yang tertancap di sekeliling pagar.

Massa dengan leluasa menyerbu karena ratusan aparat kepolisian dan militer memblokir wilayah sekitar DPP PDI. Akibatnya, Satgas PDI yang jumlahnya kurang dari 100 orang terkepung dan mempertahankan markas sendiri tanpa bantuan dari luar.

Tak di lokasi

Selama 2 jam terjadi aksi lempar batu antara massa pendukung Soerjadi dan massa pro-Megawati. Aparat keamanan pun turun ke lokasi.

Kapolres Jakarta Pusat saat itu, Letkol Abubakar Nataprawira, berupaya melakukan negosiasi dengan wakil pendukung Megawati. Ia meminta kantor DPP PDI dikosongkan untuk diambil alih polisi dan dinyatakan dalam kondisi status quo.

Baca juga: Saat 5 Nyawa Melayang dan Ratusan Terluka akibat Kerusuhan 27 Juli 1996...

Namun, massa PDI pro-Megawati menolak. Mereka hanya mau keluar dari markas jika diperintahkan langsung oleh Mega.

Memang, ketika kerusuhan pecah, Megawati tak berada di kantor DPP PDI. Oleh karenanya, Kapolres saat itu segera menghubungi Mega via telepon untuk berunding.

Lewat telepon, Mega mengaku akan datang dan siap berunding jika didampingi wartawan Harian Kompas dan wartawan asing. Namun, lantaran kedua wakil wartawan tersebut tak ada di lokasi, negosiasi macet.

Penasihat pun melarang Megawati menuju “arena petempuran” karena dikhawatirkan akan semakin membangkitkan emosi massa.

Berlanjut

Akibat negosiasi macet, massa penyerbu kembali melempari lagi kantor DPP PDI dan membakar 2 sepeda motor yang parkir di depan kantor tersebut. Tak lama, pagar halaman berhasil dijebol dan massa berhamburan masuk ke dalam kantor.

Satgas PDI pro Megawati pun sebagian besar bertahan di dalam kantor, sebagian lagi lari lewat pintu belakang.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam

Halaman:


Terkini Lainnya

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com