Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-detik Mencekam Kerusuhan 27 Juli 1996 di Kantor PDI, di Mana Megawati?

Kompas.com - 28/07/2023, 14:47 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

Sedikitnya, 139 orang Satgas PDI yang masih bertahan satu per satu digelandang keluar dan diangkut 2 truk militer. Sedangkan yang luka parah ditandu menuju mobil ambulans yang sudah disiapkan polisi.

Dituliskan Harian Kompas edisi 29 Juli 1996, menjelang siang sekitar pukul 11.00 WIB, massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro dan sekitarnya terus membengkak jumlahnya menjadi ribuan.

Pada saat bersamaan, sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api, dekat Stasiun Cikini, yang lantas beralih ke Jalan Diponegoro. Namun demikian, dengan cepat, aksi mimbar bebas berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dengan aparat keamanan.

Lewat siang hari, bentrokan terbuka antara massa dan aparat semakin meningkat, sehingga aparat menambah kekuatan. Tak lama, massa terdesak mundur ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Jalan Salemba.

Situasi kian kaos ketika sore hari massa mulai melakukan aksi pembakaran. Sedikitnya, tiga bus kota terbakar, termasuk satu bus tingkat. Massa juga membakar beberapa gedung di Jalan Salemba.

Lantaran situasi semakin tak terkendali, sekitar pukul 16.35 lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk dan sejumlah kendaraan militer lainnya dikerahkan dari Jalan Diponegoro menuju Jalan Salemba.

Massa pun berangsur-angsur membubarkan diri. Meski begitu, hingga pukul 19.00, api di sejumlah gedung belum berhasil dipadamkan.

Isyarat

Megawati sendiri mengaku telah menerima isyarat akan terjadinya perebutan kantor DPP PDI oleh kubu Soerjadi, dua hari sebelum kejadian. Pengakuan ini disampaikan Mega saat hadir sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus Kerusuhan 27 Juli yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, 11 November 1996.

Di hadapan Majelis Hakim, Mega mengaku, informasi soal perebutan kantor DPP PDI itu ia dapat dari seorang pejabat melalui telepon. Namun dengan alasan demi kehormatan dan keselamatan, ia tak bersedia menyebut siapa pejabat yang dimaksud.

Baca juga: Peringati 27 Tahun Kudatuli, Sekjen PDI-P: Pemimpin Tak Bisa Hadir Ketika Tangannya Berlumuran Darah

"Dua hari sebelum kejadian, saya ditelepon oleh seorang pejabat yang meminta agar saya memerintahkan pengosongan gedung DPP PDI. Alasannya, gedung akan segera ditempati oleh DPP PDI hasil Kongres Medan mulai 27 Juli,” kata Mega di persidangan, sebagaimana dituliskan Harian Kompas, 12 November 1996.

“Tapi permintaan itu saya tidak terima, sebab saya masih merasa sebagai ketua umum DPP PDI yang sah," lanjutnya.

Menurut Mega, setelah menerima informasi itu, ia mengingatkan para Satgas PDI yang berjaga-jaga di gedung DPP partai banteng agar tidak melakukan kekerasan jika kelompok Soerjadi benar-benar datang untuk merebut kantor tersebut.

Putri Proklamator Soekarno tersebut pun mengaku, dirinya menerima informasi terjadinya kerusuhan pada Sabtu, 27 Juli 1996 pagi dari seorang pembantu rumah tangganya.

Setelah itu, Mega menerima telepon dari Kapolres Jakarta Pusat Letkol Abubakar yang meminta dia memerintahkan pengosongan kantor DPP PDI karena gedung akan jadi status quo. Namun Mega menolak.

Kesaksian Puan

Belakangan, putri Megawati yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani menceritakan kesaksiannya soal sang ibunda ketika menghadapi peristiwa Kudatuli.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com