Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Menhan Orkestrasi Intelijen, Jokowi Diharap Tak Tinggalkan Warisan Buruk

Kompas.com - 03/04/2023, 23:04 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didorong supaya tidak meninggalkan kontroversi menjelang akhir masa jabatannya, terkait permintaan supaya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi orkestrator intelijen.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas, menilai gagasan itu berpotensi membuka ruang penyimpangan karena tidak mempunyai landasan hukum dalam undang-undang.

"Di akhir masa kepemimpinan, ada baiknya Presiden Joko Widodo tidak meninggalkan warisan yang membuat mundur pelaksanaan reformasi sektor keamanan," kata Anton dalam keterangan yang diterima pada Senin (3/4/2023).

Baca juga: Usul Jokowi Supaya Menhan Orkestrasi Intelijen Dinilai Bikin Rumit

"Sebab, improvisasi yang tidak berbasis secara legal formal dan hanya berlandaskan kepentingan politik sesaat akan memberi dampak buruk jangka panjang, tidak hanya bagi institusi sektor keamanan tetapi juga nasib reformasi sektor keamanan," sambung Anton.

Anton menilai gagasan Jokowi dengan meminta Menhan menjadi koordinator intelijen berpotensi mengganggu tata kelola sektor keamanan di Indonesia dan patut dipertimbangkan ulang.

Penyebabnya, kata Anton, ide itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Dia melanjutkan, Kementerian Pertahanan adalah satu dari bagian dari penyelenggara intelijen negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 9e UU Intelijen Negara.

Baca juga: Ide Jokowi Minta Menhan Orkestrasi Intelijen Bisa Picu Kemunduran Reformasi Hankam

Akan tetapi, kata Anton, sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 UU Intelijen Negara, fungsi koordinasi dijalankan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) bukan Kementerian Pertahanan.

"Dengan kata lain, ide tersebut jelas bertentangan dengan legislasi yang mengatur spesifik tentang intelijen negara," ucap Anton.

Selain itu, lanjut Anton, permintaan orkestrasi informasi intelijen pertahanan dan keamanan juga tidak sejalan dengan UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara.

Di dalam Pasal 16 UU Pertahanan Negara sudah mengatur ruang lingkup pekerjaan dari Menteri Pertahanan yang secara spesifik disebutkan untuk merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan dalam sektor pertahanan.

Menurut Anton, meski Pasal 16 poin e membuka ruang Menhan untuk bekerja sama dengan pimpinan kementerian dan lembaga lain dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan dan strategi (renstra), tidak berarti Menhan dapat diberdayakan sebagai orkestrator intelijen hankam.

Baca juga: Ide Menhan Jadi Orkestrator Intelijen Dinilai Bertentangan dengan UU

"Justru, membuka ruang baru tanpa berbasis Undang-Undang dapat berpotensi memundurkan proses reformasi sektor keamanan yang tidak lagi meleburkan sektor pertahanan dan keamanan dalam satu organisasi, selayaknya di era Orde Baru," papar Anton.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Prabowo Subianto agar Kemenhan menjadi lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan.

Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023).

Halaman:


Terkini Lainnya

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com