JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menjadi orkestrator intelijen dinilai berpotensi membuat reformasi sektor pertahanan dan keamanan mengalami kemunduran.
"Membuka ruang baru tanpa berbasis undang-undang dapat berpotensi memundurkan proses reformasi sektor keamanan yang tidak lagi meleburkan sektor pertahanan dan keamanan dalam satu organisasi, selayaknya di era Orde Baru," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas, saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/2/2023).
Menurut Anton terdapat sejumlah alasan mengapa Presiden harus meninjau ulang gagasan itu.
Alasan pertama menurut Anton adalah gagasan itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Menurut Anton, dalam Pasal 9e undang-undang tersebut memang disebutkan Kementerian Pertahanan adalah satu dari bagian dari penyelenggara intelijen negara.
Namun demikian, kata Anton, sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Intelijen Negara, fungsi koordinasi dijalankan oleh Badan Intelijen Negara (BIN), bukan Kementerian Pertahanan.
"Dengan kata lain, ide tersebut jelas bertentangan dengan legislasi yang mengatur spesifik tentang intelijen negara," ucap Anton.
Alasan kedua menurut Anton adalah gagasan itu juga tidak sejalan dengan UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara.
Dalam Pasal 16 UU Pertahanan Negara mengatur ruang lingkup pekerjaan dari Menteri Pertahanan.
Baca juga: Menhan Diminta Orkestrasi Intelijen Dinilai Wujud Ketidakpuasan Presiden Jokowi
Dalam pasal itu, tugas Menhan secara spesifik disebutkan untuk merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan dalam sektor pertahanan.
"Sekalipun, Pasal 16 poin e membuka ruang Menhan untuk bekerja sama dengan pimpinan kementerian dan lembaga lain dalam menyusun dan melaksanakan renstra, bukan berarti Menhan dapat diberdayakan sebagai orkestrator intelijen hankam," ucap Anton.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Prabowo Subianto agar Kemenhan menjadi lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan.
Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023).
"Tadi di dalam saya menyampaikan pentingnya Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator bagi informasi-informasi intelijen di semua lini yang kita miliki," kata Jokowi.
Baca juga: Fungsi Menhan Jadi Koordinator Intelijen Harus Diperjelas Cegah Politisasi
Jokowi menyebutkan, informasi intelijen itu selama ini berasal dari banyak institusi, antara lain Badan Intelijen Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Menurut Presiden, beragam informasi itu harus dijadikan sebagai informasi yang solid untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.
"Ini harus diorkestrasi agar jadi informasi yang satu sehingga kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan, itu betul, paling tidak mendekati benar," ujar Jokowi.
Ia pun mewanti-wanti agar jangan sampai potensi terjadinya sebuah peristiwa baru dilaporkan kepadanya saat sudah kejadian.
Baca juga: Minta Kemenhan Jadi Koordinator, Jokowi Dinilai Merusak Fungsi Intelijen
"Langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu, ini hati-hati. Ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini, jangan sudah kejadian saya baru dikasih tahu," kata Jokowi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.