Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Perlu Penyempurnaan Regulasi Pengaturan Sanksi bagi Pejabat Negara yang Tak Patuh LHKPN

Kompas.com - 07/03/2023, 14:40 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) KPK Isnaeni mengatakan, perlu penyempurnaan regulasi terkait LHPKN.

Menurutnya, penyempurnaan diperlukan dalam hal pemberian sanksi bagi pejabat negara yang tidak patuh atau tidak sesuai saat melaporkan harta kekayaannya ke LHKPN.

"Memang diperlukan penyempurnaan regulasi terkait dengan LHKPN ini. Salah satunya adalah mengenai adanya undang-undang perampasan aset dengan beban pembuktian terbalik maupun mungkin adanya sanksi pidana," kata Isnaeni dalam Podcast Cermati bertajuk "Mendorong Transparansi LHKPN Bersama KPK" di YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (4/3/2023).

Baca juga: KPK Akan Periksa LHKPN Pegawai Pajak Lain, Diduga Masih Terkait Rafael Alun Trisambodo

Menurut Isnaeni, regulasi baru itu nantinya juga akan menjadi langkah pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Sebab, harta kekayakaan yang dilaporkan seorang pejabat negara, jika tidak sesuai dengan penghasilannya dapat dirampas negara.

"Kenapa menjadi game changer? Karena kalau ada undang-undang ini maka negara bisa merampas harta kekayaan seorang penyelenggara negara yang tidak sesuai penghasilan dengan penghasilan dari penyelenggara negara tersebut," ujarnya.

Ia kemudian menjelaskan bahwa selama ini pejabat negara yang tidak taat melaporkan LHKPN mendapatkan sanksi administratif.

Baca juga: LHKPN 3 Hakim yang Menangkan Gugatan Partai Prima dan Tunda Pemilu

Bagi pejabat negara yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) bisa mendapat sanksi administrasi berat sampai dengan penurunan jabatan.

Bagi pejabat negara dengan klaster pegawai BUMN/BUMD itu sanksinya diserahkan atau diatur oleh instansi masing-masing.

Hanya pejabat negara non-PNS yang diangkat dalam mekanisme politik, seperti anggota DPR, yang belum diatur sanksinya.

"Nah untuk yang mekanisme pengangkatan dari politik itu memang sampai saat ini belum ada yang spesifik kira-kira bagaimana kita menjatuhkan sanksi kepada para pejabat negara yang diangkat berdasarkan mekanisme politk," tuturnya.

Maka dari itu, Isnaeni berharap adanya penyempurnaan regulasi dalam hal pemberian sanksi bagi pejabat yang tidak patuh LHKPN.

Baca juga: KPK Dikritik soal LHKPN Rafael Alun, Pakar: Kurang Peka dan Tak Kreatif

Ia menyebut dalam penyempurnaan regulasi LHKPN itu harus juga memuat soal sanksi administrasi yang bisa diberikan kepada tiga jenis dari penyelenggara negara dari sisi PNS maupun non-PNS.

"Memang harus diterbitkan apakah dalam bentuk peraturan pemerintah atau apa. Kalau memang diperkenankan KPK menerbitkan aturan sendiri misalnya KPK boleh menerbitkan peraturan komisi yang bisa menghukum tiga jenis itu ya lebih baik lagi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com