JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, keberhasilan operasi tangkap tangan (OTT) tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu alasan KPK mendorong penindakan tindak pidana korupsi melalui pemeriksaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
“OTT tuh enggak bisa diprediksi apakah berhasil atau tidak, tergantung informasi dari hasil tapping (sadap) kita,” kata Alex dalam keterangannya, Senin (6/3/2023).
Baca juga: KPK Pertanyakan Nasib Delik Kekayaan Tak Wajar di RUU Perampasan Aset
Menurut Alex, KPK sudah memiliki niat sejak lama untuk melakukan OTT. Hal ini diwujudkan dengan penyadapan ratusan nomor ponsel. Namun, pada akhirnya, OTT akan bergantung apakah KPK berhasil menemukan indikasi dari penyadapan tersebut.
“Sudah ada ratusan nomor Hp yang kita sudah tapping. Tapi tergantung apakah di dalam proses tapping itu bunyi apa enggak,” ujar Alex.
“Enggak mudah dalam melakukan tangkap tangan itu kan suap,” tambahnya.
Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut mengatakan, selain OTT, KPK memiliki banyak cara dalam menindak kasus korupsi. Salah satunya dengan menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dia mencontohkan, salah satu laporan PPATK yang ditelaah KPK, misalnya terhadap seorang pejabat. Dari pejabat itu nanti dilihat apakah memiliki pekerjaan lain.
Baca juga: PPATK: Transaksi Konsultan Pajak Terduga Nominee Rafael Bernilai Signifikan
KPK kemudian memeriksa LHKPN pejabat tersebut untuk mendalami adanya celah penindakan yang bisa dilakukan.
"Kita telaah nih status yang bersangkutan ini, ASN enggak punya kerjaan lain, tapi banyak transaksi keuangan setoran tunai," katanya.
"Setelah didalami, (ternyata) yang melakukan penyetoran ada office boy, ada stafnya. Itu indikasi awal bahwa itu suap. Lalu kita crosscheck dengan LHKPN yang bersangkutan ada enggak sih itu bisa kita lakukan (penindakan)," katanya.
Menurut Alex, hal ini menjadi salah satu cara penindakan yang sedang KPK dorong, yakni melalui profiling pejabat melalui LHKPN dan laporan PPATK.
“Jadi enggak harus lewat OTT,” ujar Alex.
Sebelumnya, LHKPN para pejabat menjadi sorotan setelah kasus penganiayaan anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, bernama Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan.
Baca juga: BERITA FOTO: PPATK Sebut Transaksi Gajil Rafael Terkait Dugaan TPPU
Mario diketahui publik kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosialnya. Perhatian publik kemudian merambat ke harta kekayaan Rafael yang mencapai Rp 56,1 miliar.
Setelah itu, publik menyoroti kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan.
Gaya hidup sejumlah pejabat pajak yang memiliki motor Harley Davidson dan motor gede bermerk lainnya pun ikut disorot.
KPK menyatakan tidak mempermasalahkan kekayaan pejabat sepanjang asal usul harta mereka bisa dipertanggungjawabkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.