Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT Belum Tentu Berhasil, KPK Dorong Pemeriksaan dari LHKPN Jadi Opsi Penindakan Korupsi

Kompas.com - 06/03/2023, 11:29 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, keberhasilan operasi tangkap tangan (OTT) tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu alasan KPK mendorong penindakan tindak pidana korupsi melalui pemeriksaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

“OTT tuh enggak bisa diprediksi apakah berhasil atau tidak, tergantung informasi dari hasil tapping (sadap) kita,” kata Alex dalam keterangannya, Senin (6/3/2023).

Baca juga: KPK Pertanyakan Nasib Delik Kekayaan Tak Wajar di RUU Perampasan Aset

Menurut Alex, KPK sudah memiliki niat sejak lama untuk melakukan OTT. Hal ini diwujudkan dengan penyadapan ratusan nomor ponsel. Namun, pada akhirnya, OTT akan bergantung apakah KPK berhasil menemukan indikasi dari penyadapan tersebut.

“Sudah ada ratusan nomor Hp yang kita sudah tapping. Tapi tergantung apakah di dalam proses tapping itu bunyi apa enggak,” ujar Alex.

“Enggak mudah dalam melakukan tangkap tangan itu kan suap,” tambahnya.

Mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut mengatakan, selain OTT, KPK memiliki banyak cara dalam menindak kasus korupsi. Salah satunya dengan menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Dia mencontohkan, salah satu laporan PPATK yang ditelaah KPK, misalnya terhadap seorang pejabat. Dari pejabat itu nanti dilihat apakah memiliki pekerjaan lain.

Baca juga: PPATK: Transaksi Konsultan Pajak Terduga Nominee Rafael Bernilai Signifikan

KPK kemudian memeriksa LHKPN pejabat tersebut untuk mendalami adanya celah penindakan yang bisa dilakukan.

"Kita telaah nih status yang bersangkutan ini, ASN enggak punya kerjaan lain, tapi banyak transaksi keuangan setoran tunai," katanya.

"Setelah didalami, (ternyata) yang melakukan penyetoran ada office boy, ada stafnya. Itu indikasi awal bahwa itu suap. Lalu kita crosscheck dengan LHKPN yang bersangkutan ada enggak sih itu bisa kita lakukan (penindakan)," katanya.

Menurut Alex, hal ini menjadi salah satu cara penindakan yang sedang KPK dorong, yakni melalui profiling pejabat melalui LHKPN dan laporan PPATK.

“Jadi enggak harus lewat OTT,” ujar Alex.

Sebelumnya, LHKPN para pejabat menjadi sorotan setelah kasus penganiayaan anak eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, bernama Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan.

Baca juga: BERITA FOTO: PPATK Sebut Transaksi Gajil Rafael Terkait Dugaan TPPU

Mario diketahui publik kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosialnya. Perhatian publik kemudian merambat ke harta kekayaan Rafael yang mencapai Rp 56,1 miliar.

Setelah itu, publik menyoroti kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan.

Gaya hidup sejumlah pejabat pajak yang memiliki motor Harley Davidson dan motor gede bermerk lainnya pun ikut disorot.

KPK menyatakan tidak mempermasalahkan kekayaan pejabat sepanjang asal usul harta mereka bisa dipertanggungjawabkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com