Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Diminta Tetap Pertahankan Pemilu Sistem Proporsional Terbuka

Kompas.com - 19/01/2023, 16:04 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Peneliti Persepsi Publik Indonesia (Aspeppi) menyatakan tidak setuju jika Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup.

Pernyataan ini menanggapi proses uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK) atas pasal 168 ayat (2) Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur sistem proporsoional terbuka dalam pemilu.

"Kami mendorong agar MK tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka dalam putusannya," ujar Direktur Eksekutif Aspeppi Abdul Hakim saat membacakan pernyataan di kawasan Slipi, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Memajukan Demokrasi dan Konsistensi Sistem Proporsional Terbuka

Setidaknya ada lima alasan Aspeppi menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Pertama, sistem proporsional terbuka sudah diterapkan sejak Pemilu 2004 lalu. Selama hampir 20 tahun, sistem proporsional terbuka dinilai mampu mengurangi jarak penyampaian aspirasi masyarakat terhadap para wakilnya di DPR.

"Masyarakat bisa menyampaikan keluh kesahnya kepada wakil mereka di DPR yang dipilih secara langsung. Sehingga bisa cepat diartikulasikan dalam kebijakan politik," kata Hakim.

Dengan demikian, proses demokrasi yang sesungguhnya bisa dipraktikkan dengan baik.

Baca juga: Perludem Daftarkan Diri ke MK Jadi Pihak Terkait tentang Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Kedua, lanjut Hakim, sistem proporsional terbuka dianggap sudah meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam sektor politik karena posisi mereka kembali terangkat untuk berpartisipasi menentukan kekuasaan politik.

"Sebab saat era Orde Lama dan Orde Baru posisi masyarakat tak sebaik ini dalam demokrasi Indonesia," ungkap Hakim.

Ketiga, sistem proporsional terbuka adalah buah dari perjuangan dalam reformasi 1998, di mana salah satu tuntutannya adalah mengurangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam tubuh partai politik dan elit kekuasaan.

Baca juga: Sekjen PKB Akui Pernah Tergoda Dukung Sistem Proporsional Tertutup

Keempat, merujuk hasil survei nasional yang dilakukan oleh Skala Survei Indonesia (SSI) pada November 2022 menunjukkan sebanyak 63 persen masyarakat Indonesia masih berharap Pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional terbuka.

"Di sisi lain, hanya 4,8 persen saja yang setuju sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup," tutur Hakim.

Kelima, saat ditelaah lebih jauh, masyarakat yang ingin sistem pemilu tetap proporsional terbuka punya sejumlah alasan tersendiri.

Antara lain pertimbangan prinsip ideal demokrasi, bisa mengetahui calon-calon wakil rakyat secara langsung, bisa memilih para calon legislatif (caleg) yang diinginkan.

Baca juga: MK Tunda Lagi Sidang Lanjutan Sistem Proporsional Terbuka karena Permintaan DPR

"Lalu terpenuhinya hak pemilih menentukan wakilnya di DPR secara lebih transparan. Sebaliknya, yang mendukung proporsional tertutup lebih karena alasan teknis seperti biaya pemilu yang lebih murah, pemilu yang lebih singkat dan sebagainya," ungkal Hakim.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com