JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan penangkapan Gubernur Lukas Enembe yang menjadi tersangka dugaan suap dan gratifikasi diharapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat Papua.
"Hadirnya KPK di Papua, titik terjauh negeri kita, adalah 'peringatan' untuk seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara untuk keadilan masyarakat Indonesia di Papua," ujar Firli dalam keterangannya, Sabtu (14/1/2023).
Firli mengatakan, keputusan KPK melakukan penindakan hukum terhadap Enembe adalah upaya mengamankan uang negara yang seharusnya digunakan buat kesejahteraan masyarakat Papua.
"Kehadiran KPK untuk mengamankan uang dan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kemajuan rakyat Papua, memajukan kesejahteraan rakyat Papua dan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat Papua serta saudara saudara sebangsa dan setanah air Indonesia," kata Firli.
Baca juga: Penangkapan Lukas Enembe, Firli: Ini Peringatan untuk Seluruh Pelaku Korupsi
Firli mengatakan, penanganan kasus Lukas Enembe mendapatkan dukungan seluruh tokoh masyarakat Papua hingga pendeta.
Salah satu tokoh adat yang mendukung adalah tokoh adat Kabupaten Tolikara, Esap Bogum. Lalu, pendeta Joop Suebu yang merupakan Ketua Persekutuan Gereja-gereja Jayapura.
Kemudian, ada Ketua LMA Kabupaten Mamberamo Tengah Babor Bagabol, Ketua DPD KNPI Kabupaten Keerom Samuel Yube, dan Ketua DPP KNPI Haris Pratama.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi sejak 5 September 2022 lalu.
Lukas Enembe ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap dan gratifikasi dari Direktur Utama PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, sebesar Rp 1 miliar.
Perusahaan itu memenangkan tiga proyek infrastruktur tahun jamak (multiyears) senilai miliaran rupiah.
KPK menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp 10 miliar.
Sebelumnya KPK sudah memanggil Lukas buat diperiksa sebagai tersangka di Jakarta, tetapi dia selalu mangkir dengan alasan sakit.
Penangkapan yang kerap disebut KPK sebagai sebuah tindakan paksa, tidaklah terjadi begitu saja.
Baca juga: Komnas HAM Temukan Indikasi Eskalasi Kekerasan di Papua Usai Lukas Enembe Ditangkap
Dalam berbagai upaya untuk memeriksa orang nomor satu di Papua itu, tak jarang Komisi Antirasuah dihalang-halangi oleh para pendukung dan simpatisan Lukas.
Pada 12 September 2022, KPK sedianya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lukas. Tetapi, ia justru tidak hadir dengan alasan sakit.