Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Lukas Enembe, Firli: Ini Peringatan untuk Seluruh Pelaku Korupsi

Kompas.com - 15/01/2023, 11:06 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe yang terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi, dijadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peringatan kepada siapa pun pejabat negara yang mengelola uang negara untuk tidak main-main dalam mengelola amanah yang diberikan.

Lukas akhirnya ditangkap di sebuah restoran di Distrik Abepura pada 10 Januari lalu, setelah KPK mendapat informasi bahwa politikus Partai Demokrat itu hendak melarikan diri keluar negeri. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 5 September lalu, Lukas selalu mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.

Baca juga: Cara KPK Tangkap Lukas Enembe Disebut Berlebihan, Jubir OPM: Diciduk Seperti Anak Kecil dan Pelaku Kriminal

Namun, Lukas justru kedapatan meresmikan Kantor Gubernur Papua dan delapan bangunan lainnya di Jayapura pada 30 Desember 2022 lalu.

Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa penangkapan Lukas merupakan peringatan bagi para pelaku korupsi untuk tidak main-main.

"Ini adalah peristiwa yang sangat bermakna bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Hadirnya KPK di Papua, titik terjauh negeri kita, adalah 'peringatan' untuk seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara untuk keadilan masyarakat Indonesia di Papua," ujar Firli dalam keterangannya, Sabtu (14/1/2023).

Baca juga: Ketua KPK Sebut Lukas Enembe Jadi Contoh Pejabat Publik yang Ugal-ugalan Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

Penangkapan yang kerap disebut KPK sebagai sebuah tindakan paksa, tidaklah terjadi begitu saja. Dalam berbagai upaya untuk memeriksa orang nomor satu di Papua itu, tak jarang Komisi Antirasuah dihalang-halangi oleh para pendukung dan simpatisan Lukas. 

Misalnya, pada 20 September lalu saat ribuan pendukung Lukas menggelar unjuk rasa menyusul penetapan sebagai tersangka di tujuh lokasi di Kota Jayapura. Aksi ini bahkan membuat sejumlah fasilitas publik dan pertokoan ditutup, serta akses jalan dari Jayapura ke Sentani sempat terhambat.

Sepekan sebelumnya atau tepatnya pada 12 September, KPK sedianya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lukas. Tetapi, ia justru tidak hadir dengan alasan sakit. 

Baca juga: Komnas HAM Temukan Indikasi Eskalasi Kekerasan di Papua Usai Lukas Enembe Ditangkap

Demikian halnya dengan rencana pemeriksaan pada 25 September. Lukas lagi-lagi mangkir dari pemeriksaan dan justru mengajukan permohonan untuk diperiksa di Singapura. KPK pun tak memberi izin karena pada saat bersamaan Lukas telah dicegah keluar negeri sampai Maret 2023.

"Sejak proses itu dimulai, penanganan situasi di Papua tidaklah mudah. Dan kerja-kerja KPK dituntut profesional dan memperhatikan hak asasi manusia," ucap Firli.

"Tersangka, LE, adalah contoh bahwa tindakan pejabat publik yang ugal-ugalan mengatasnamakan apapun, bertindak tidak disiplin sebagai penyelenggara negara, tetaplah dia harus dibawa ke ranah hukum," imbuhnya.

Baca juga: KPK: Proses Kumpulkan dan Lengkapi Alat Bukti Dugaan Korupsi Lukas Enembe Maksimal 4 Bulan ke Depan

Firli menambahkan, selama ini masyarakat selalu mengeluh tentang bagaimana anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang begitu besar yang dikucurkan oleh pemerintah pusat, tetapi tidak memberikan efek kesejahteraan bagi masyarakat.

Padahal sejak menyandang status pada 2001 dan menerima dana sejak 2002, anggaran otsus yang digelontorkan untuk provinsi itu selalu meningkat. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua mencatat, awalnya dana yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 1,38 triliun.

Namun pada tahun 2022, anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat untuk Bumi Cendrawasih mencapai Rp 5,7 triliun berdasarkan hasil penetapan Panitia Kerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa DPR pada September 2021 lalu.

Baca juga: Imbas Kasus Lukas Enembe, 5 Orang Dicekal Bepergian ke Luar Negeri

Menurut Firli, berbagai data statistik telah menunjukkan kepada publik, bagaimana dampak dari pesta pora yang dilakukan elite daerah menggunakan dana transfer pusat.

"KPK telah menghentikan pesta pora ini dilakukan oleh siapapun dan kapanpun," imbuh Firli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Jadi Presiden Terpilih, Prabowo dan Gibran Temui Jokowi di Istana

Usai Jadi Presiden Terpilih, Prabowo dan Gibran Temui Jokowi di Istana

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com