JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja melanggar aturan dengan dasar argumen yang dicari-cari.
"Perppu ini jelas melanggar prinsip negara hukum yang dicari-carikan alasan pembenaran oleh sarjana tukang stempel," kata Jimly dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Menurut Jimly, kewenangan membentuk undang-undang saat ini berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan bukan pemerintah.
"Pembentuk undang-undang menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah DPR, bukan Presiden seperti era sebelum reformasi," ucap Jimly.
Baca juga: Soal Perppu Ciptaker, Menkumham: Tidak Bisa 100 Persen Memuaskan Masyarakat
Jimly mengatakan, semestinya pemerintah mengutamakan melakukan revisi UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK dan bukan dengan menerbitkan Perppu dengan alasan kegentingan.
"Apalagi sudah ada putusan MK yang memerintahkan perbaikan undang-undang. Bukan dengan Perppu tapi dengan undang-undang dan dengan proses pembentukan yang diperbaiki sesuai putusan MK,"
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2021.
MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dikritik, Menkumham: Biasalah, Kritik Itu Normal
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.
Baca juga: Dianggap Terburu-buru dan Timbulkan Polemik, Pekerja Desak Pemerintah Cabut Perppu Cipta Kerja
Keputusan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja dikritik keras oleh Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa.
"Tindakan ini adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas putusan MK. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Viktor kepada Kompas.com.
Viktor menyatakan bahwa MK dalam putusannya mengamanatkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik.