JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja berpeluang digunakan sebagai celah buat mengajukan usulan pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebab menurut Jimly, penerbitan Perppu itu tidak sejalan dengan perintah MK yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional pada November 2021 dan wajib diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.
"Kalau sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap mereka terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk 'impeachment' (pemakzulan)," kata Jimly dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com di Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Soal Perppu Ciptaker, Menkumham: Tidak Bisa 100 Persen Memuaskan Masyarakat
Selain itu, Jimly juga melihat potensi penerbitan Perppu Cipta Kerja itu sebagai jebakan buat menjatuhkan Presiden Joko Widodo.
"Bisa juga usul Perppu Ciptaker tersebut memang sengaja untuk menjerumuskan Presiden Jokowi untuk pemberhentian di tengah jalan," ujar Jimly.
Menurut Jimly, jika mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siap mengajukan usulan pemakzulan Presiden melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja, maka mereka tidak akan menemui kendala buat melakukan konsolidasi dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menyetujui langkah itu.
"Semua ini akan menjadi puncak konsolidasi Parpol untuk mengambil jarak dan bahkan memberhentikan Jokowi dari jabatannya," ucap Jimly.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dikritik, Menkumham: Biasalah, Kritik Itu Normal
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2021.
MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.
Baca juga: Buruh Kaget Isi Perppu Cipta Kerja 99 Persen Berbeda dengan Draf yang Diusulkan
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.
Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.
Keputusan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja dikritik keras oleh Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa.
"Tindakan ini adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas putusan MK. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Viktor kepada Kompas.com.
Baca juga: KSPSI: Ketika Perppu Cipta Kerja Terbit, Kemenaker Justru Tidak Tahu Isinya