Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/01/2023, 21:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja berpeluang digunakan sebagai celah buat mengajukan usulan pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebab menurut Jimly, penerbitan Perppu itu tidak sejalan dengan perintah MK yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional pada November 2021 dan wajib diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.

"Kalau sikap partai-partai di DPR dapat dibangun seperti sikap mereka terhadap kemungkinan penerapan sistem proporsional tertutup, bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk 'impeachment' (pemakzulan)," kata Jimly dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com di Jakarta, Rabu (4/1/2023).

Baca juga: Soal Perppu Ciptaker, Menkumham: Tidak Bisa 100 Persen Memuaskan Masyarakat

Selain itu, Jimly juga melihat potensi penerbitan Perppu Cipta Kerja itu sebagai jebakan buat menjatuhkan Presiden Joko Widodo.

"Bisa juga usul Perppu Ciptaker tersebut memang sengaja untuk menjerumuskan Presiden Jokowi untuk pemberhentian di tengah jalan," ujar Jimly.

Menurut Jimly, jika mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siap mengajukan usulan pemakzulan Presiden melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja, maka mereka tidak akan menemui kendala buat melakukan konsolidasi dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menyetujui langkah itu.

"Semua ini akan menjadi puncak konsolidasi Parpol untuk mengambil jarak dan bahkan memberhentikan Jokowi dari jabatannya," ucap Jimly.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Dikritik, Menkumham: Biasalah, Kritik Itu Normal

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada November 2021.

MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU.

Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Baca juga: Buruh Kaget Isi Perppu Cipta Kerja 99 Persen Berbeda dengan Draf yang Diusulkan

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.

Keputusan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja dikritik keras oleh Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa.

"Tindakan ini adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas putusan MK. Bahkan, dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi," ujar Viktor kepada Kompas.com.

Baca juga: KSPSI: Ketika Perppu Cipta Kerja Terbit, Kemenaker Justru Tidak Tahu Isinya

Viktor menyatakan bahwa MK dalam putusannya mengamanatkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik.

Bukannya menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah justru melakukan pembangkangan dan mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu.

"Sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, apabila dalam dua tahun atau sampai dengan 25 November 2023 tidak diperbaiki, maka akan inkonstitusional secara permanen," papar Viktor.

"Namun, ternyata pemerintah bukannya memanfaatkan dua tahun ini untuk memperbaiki tapi malah mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu," tutur dia.

Baca juga: Soal Penerbitan Perppu Ciptaker, Gerindra Belum Ambil Sikap Resmi

Terkait hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 itu diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK.

Airlangga mengatakan, putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat telah mempengaruhi perilaku dunia usaha dalam dan luar negeri yang menunggu keberlanjutan UU tersebut.

Oleh sebab itu, pemerintah menilai, perlu ada kepastian hukum dari UU tersebut karena pemerintah mengatur bahwa defisit anggaran tahun depan sudah tidak boleh lebih dari 3 persen dan menargetkan investasi sebesar Rp 1.400 trilun.

Menurut Ketua Umum Partai Golkar itu, Perppu Cipta Kerja juga mendesak dikeluarkan karena Indonesia dan semua negara tengah menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim.

Baca juga: Dianggap Terburu-buru dan Timbulkan Polemik, Pekerja Desak Pemerintah Cabut Perppu Cipta Kerja

"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak, pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi," kata Airlangga dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Airlangga menyebutkan Indonesia kini menghadapi potensi resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi.

Selain itu, jumlah negara yang bergantung ke Dana Moneter Internasional (IMF) pun disebut semakin bertambah.

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai," ujar Airlangga.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 31 Mei Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Mei Memperingati Hari Apa?

Nasional
PPP Ingin Pemilu 2024 Tetap Digelar dengan Sistem Proporsional Terbuka

PPP Ingin Pemilu 2024 Tetap Digelar dengan Sistem Proporsional Terbuka

Nasional
Jokowi Sebut Sikap Cawe-cawe demi Bangsa dan Negara

Jokowi Sebut Sikap Cawe-cawe demi Bangsa dan Negara

Nasional
Survei LSI Denny JA: Prabowo Diyakini Lebih Mampu Tumbuhkan Ekonomi Ketimbang Ganjar

Survei LSI Denny JA: Prabowo Diyakini Lebih Mampu Tumbuhkan Ekonomi Ketimbang Ganjar

Nasional
PPP Akan Usulkan Dua Nama Cawapres untuk Dampingi Ganjar Pranowo

PPP Akan Usulkan Dua Nama Cawapres untuk Dampingi Ganjar Pranowo

Nasional
Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Nasional
Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Nasional
Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Nasional
Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Nasional
Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Nasional
Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Nasional
Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Nasional
Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Nasional
Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Nasional
PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com