Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Bahasa (Belum) Menyatukan Anak Bangsa

Kompas.com - 30/10/2022, 09:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kalau bicara dari mulut hanya mencapai telinga. Namun kalau bicara dari hati akan mencapai hati juga” @Pepatah Arab

SECARA historis, bahasa Indonesia telah menunjukkan fungsi vitalnya sebagai pemersatu bangsa. Dan bahasa Indonesia telah menyatukan suku bangsa dan keragaman 718 bahasa ibu atau bahasa daerah yang masih lestari hingga saat ini.

Pertanyaan reflektifnya sejak sumpah pemuda diikrarkan 94 tahun yang lalu, sudahkan menyatukan tidak hanya fisik semata, juga emosi dan hati seluruh anak bangsa?

Era digital telah memberi peluang penyebaran bahasa sebagai energi bagi mekarnya kebaikan atau kejahatan dengan potensi sama besarnya.

Bahkan untuk sebuah kata, tagar yang menimbulkan prokontra telah menyulut pertengkaran di media sosial, bahkan di dunia nyata.

Terlebih pada tahun politik, yang mudah menjadikan hal kecil menjadi besar dan menimbulkan polemik kata yang tidak berkesudahan.

Belajar dari pitutur atau kearifan lokal masyarakat adat yang telah membuktikan cara hidup yang bersatu dengan sesama dan mampu membangun harmoni, bahkan bersinergi dengan alam.

Maka penting bagi kita semua memiliki komitmen untuk menghayati, mengembangkan, dan merevitalisasi kearifan lokal cara bertutur dan berbahasa kita agar bahasa menjadi alat bagi mekarnya harmoni sesama anak bangsa.

Wittgenstein dalam ungkapan yang filosofis mengatakan "batas bahasaku adalah batas duniaku", ia juga melanjutkan batasan antara manusia dan binatang terletak dari bahasa yang digunakan.

Lebih lanjut Ibnu Khaldun dalam "Muqqadimah" mengatakan, tanda berwujudnya peradaban umat manusia ialah berkembangnya ilmu pengetahuan, termasuk bahasa di dalamnya sebagai pengungkapan ide, gagasan, dan ilmu.

Berbahasa dan berbicara sepertinya adalah hal yang biasa, namun berbicara secara cerdas membutuhkan pemahaman dan kearifan diri dalam setiap aktivitas berkomunikasi.

Kebanyakan orang hanya mampu berbicara, namun seringkali tidak mampu mengantisipasi dampak yang ditimbulkannya dari apa yang dikatakan, yang bisa jadi menyakiti dan membuat emosi individual bahkan kolektif.

Saat ini bangsa kita sedang dilanda kegaduhan kata-kata, bahkan diselingi kericuhan pada setiap event komunikasi di semua level dan bidang kehidupan.

Bahkan tak jarang perilaku tersebut disiarkan langsung stasiun televisi, diliput media cetak, dan terkadang menyebar secara viral di medsos. Menjadi isu dan tontonan yang menarik, namun tidak mendidik.

Pada bidang politik pada saat ini kita nyaris kehilangan contoh perdebatan yang mencerahkan dari politisi yang menjadi anggota legislatif yang ada di pusat maupun daerah pada setiap ajang Pemilu maupun Pilkada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com