Akibat selanjutnya dari disharmoni yang sepertinya dibiarkan terus menggejala. Sehingga rotasi alam dan kehidupan manusia mengalami ketimpangan yang berujung kepada kehancuran.
Persis seperti yang terjadi di Babilon pada masa lampau. Salah satunya karena manusia sering kali salah memahami apa yang dikatakan orang lain kepada kita. Dan cara berkomunikasi yang mengutamakan rasio, emosi ketimbang hati nurani.
Bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki kekayaan dan keragaman akan kearifan lokal yang penuh dengan filosofi.
Bahkan telah menarik perhatian lembaga dunia di bawah PBB, yaitu UNESCO untuk mengapresiasi dan mendorong menyebarluaskan kearifan lokal kepada masyarakat dunia yang dapat digunakan sebagai solusi alternatif dalam menangani permasalahan kehidupan.
Untuk itu, kearifan lokal perlu diangkat, dilestarikan, dan direvitalisasi kemudian dikembangkan menjadi falsafah hidup bangsa.
Seorang pakar komunikasi mengatakan, “Kemampuan menyampaikan ide hampir sama pentingnya dengan ide itu sendiri”.
Artinya sebuah ide yang bagus, menarik, dan penting ternyata akan kurang bermakna jika disampaikan oleh seseorang yang kemampuan komunikasinya terbatas.
Akan tetapi sebuah ide yang sederhana, bahkan kurang penting, akan terkesan luar biasa jika disampaikan dengan teknik komunikasi yang baik.
Di Jawa barat, khususnya Sunda kaya kearifan lokal. Salah satunya adalah konsep Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh adalah filosofi manusia untuk mewujudkan kehidupan penuh harmoni dengan sesama makhluk Allah SWT. Dan dapat dijadikan landasan dalam bertutur kata untuk membangun harmoni.
Makna asih sebagai wujud komunikasi dan interaksi sosial religius yang menekankan sapaan cinta kasih Tuhan dan merespons cinta kasih Tuhan tersebut melalui cinta kasih kepada sesama manusia.
Begitupun makna silih asah berorientasi kepada kualitas kognitif dan psikomotorik seseorang, yaitu kemampuan dan kemahiran serta keterampilan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Sedangkan makna asuh, orientasi nilainya adalah kasih sayang dalam tindakan yang nyata, sikap pragmatik seseorang di masyarakat, eksistensi diri, menerapkan potensi diri di masyarakat, kepada yang lebih tua harus lebih hormat, kepada sesama harus saling menjaga, kepada yang lebih muda harus mampu mengayomi dan memberi contoh yang baik.
Seperti tercermin dalam ungkapan “kudu landung kandungan kedah laer aisan”, artinya hidup harus mengayomi orang lain selain mengoyomi diri sendiri.
“Hirup ulah manggih tungtung, paeh ulah manggih beja”, artinya selamanya dikenang dalam kebaikan dan kalau meninggal tidak meninggalkan sifat buruk.
Silih asih, silih asah, dan silih asuh merupakan suatu konsep yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Sunda, dan menjadi bagian dari kearifan budaya Sunda dalam proses menata dan membangun lingkungan hidup yang harmonis.
Pada intinya adalah kesadaran akan adanya saling ketergantungan dengan tidak melupakan jati diri masing-masing.
Kearifan lokal merupakan kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu komunitas masyarakat perlu dikembangkan dan internalisasikan dalam kontek nasional dalam bertutur kata termasuk cara berkomunikasi.
Komunikasi yang baik tentu tidak hanya mengutamakan rasio dan emosi, juga perlu melibatkan hati nurani yang merujuk kearifan lokal. Agar Bahasa mampu menjadi alat pemersatu tidak hanya fisik juga hati sesama anak bangsa. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.