Dalam perspektif Plato, sejatinya kata-kata dari mulut politisi adalah sarana untuk mengeksplorasi kesadaran kemanusiaan untuk menyampaikan kebenaran dan keyakinan positif.
Ilmu Kedokteran melalui operasi plastiknya mampu mengubah wajah fisikal manusia menjadi lebih cantik dan lebih tampan.
Maka retorika kata-kata yang dilakukan untuk pencitraan dan minim etika yang dieksploitasi secara masif akan berpotensi memanipulasi jiwa dan perilaku manusia.
Maka berkembanglah watak manipulatif dan dangkal yang mewarnai dinamika komunikasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berkomunikasi dengan cerdas bukanlah hal yang mudah. Bisa saja kita setiap hari bertemu dengan seluruh anggota keluarga atau orang lain, namun belum tentu kita mampu saling berbicara dari hati ke hati satu sama lain.
Berkomunikasi sejatinya melibatkan nurani yang akan mampu menghadirkan kejujuran dan harmoni.
Komunikasi yang berkualitas dan efektif, harus mampu menciptakan harmonisasi antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Berkomunikasi pada realitasnya ternyata bukan hal yang mudah, merupakan proses yang kompleks meski proses komunikasi dimulai sejak manusia baru menjadi janin dan berada dalam rahim ibunya.
Bahkan negara besar, kuat dan maju, pada masa 5.000 tahunan sebelum Masehi dapat hancur oleh sejenis penyakit yang terkait dengan komunikasi. Dalam bahasa Arab disebut penyakit tabalbul. Dalam bahasa Belanda babylonnische taalverwarring.
Artinya, keseleo lidah dalam mengucapkan kata dan kalimat sehingga menimbulkan salah pengertian, mengundang perdebatan bertele-tele, meninggalkan substansi persoalan yang dibicarakan. Melantur ke mana-mana.
Banyak omong tak karuan. Akibatnya penduduk Babilon saling berperang satu sama lain hingga ahirnya negara Babilon runtuh.
Epidemi Babilon masih menyebar ke seluruh dunia, termasuk dalam diri bangsa kita. Hal itu tampak dari ucapan, sikap dan keputusan yang muncul pada setiap peristiwa penting.
Semua dipublikasikan secara gamblang dan viral, diperbincangkan, diwacanakan, kemudian lenyap tak berbekas. Muncul lagi peristiwa baru. Ramai dijadikan sumber berita, dikomentari, dikritik, hilang lagi. Begitu terus berulang-ulang.
Setiap peristiwa nyaris tak punya substansi pokok. Sehingga tak punya solusi akhir dan hanya meninggalkan endapan masalah.
Endapan yang berangsur-angsur tumbuh berkembang menimbulkan karat pengganggu keharmonisan rotasi alam dan kehidupan manusia.