Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Rektor Unila, Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Dinilai Jadi Celah Korupsi Terbesar

Kompas.com - 22/08/2022, 13:43 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai, program penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri merupakan celah korupsi terbesar di lingkungan perguruan tinggi negeri (PTN).

Pasalnya, jalur tersebut sejak awal dirancang sebagai media penerimaan mahasiswa baru berdasarkan kemampuan membayar calon mahasiswa.

Semakin tinggi kemauan calon mahasiswa membayar, semakin tinggi pula kemungkinan untuk diterima di PTN tersebut.

"Itu lah sumber korupsi yang paling mudah dimainkan oleh para pimpinan di PTN," kata Darmaningtyas kepada Kompas.com, Senin (22/8/2022).

Baca juga: Rektor Unila Karomani Dicopot, Diganti Plt dari Kemendikbud Ristek

Saat ini, setiap PTN memiliki program PMB jalur mandiri. Program ini diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan.

Darmaningtyas mengaku dirinya sejak awal mendorong penghapusan pasal tentang PMB jalur mandiri di UU Pendidikan, namun hingga kini aturan itu masih dipertahankan.

"Selama PMB melalui jalur mandiri itu masih dipertahankan, maka selama itu pula celah untuk melakukan korupsi di dunia pendidikan tinggi terutama saat PMB amat besar," ujarnya

Selain program PMB jalur mandiri, menurut Darmaningtyas, ada dua faktor lain yang memicu sikap korup di lingkungan kampus.

Pertama, proses pemilihan rektor di PTN yang tidak jauh berbeda dengan pemilihan pejabat negara. Rektor dipilih tidak semata mempertimbangkan akademik, tapi juga politik.

Seperti halnya pemilihan calon presiden dan wakil presiden, persaingan pemilihan dekan dan rektor diwarnai dinamika saling sikut antarcalon, saling menjatuhkan, dan lobi-lobi ke penentu suara, dalam hal ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Baca juga: Rektor Unila Libatkan Wakil Rektor hingga Ketua Senat untuk Terima Suap Seleksi Mahasiswa Baru

Biaya lobi itu gratis seandainya kandidat punya koneksi dengan menteri. Jika tidak, lobi terpaksa dilakukan melalui jalur lain seperti partai politik dan butuh biaya besar.

"Misalkan dia terpilih jadi rektor di PTN, dari mana harus mengembalikan uang lobi tersebut?" ujar Darmaningtyas.

Faktor lainnya, lanjut Darmaningtyas, kursi rektor merupakan jabatan politis sekaligus prestisius. Ini membawa konsekuensi ekonomi dan sosial tinggi.

Demi menjaga gengsi, rektor biasanya memberikan sumbangan besar di atas rata-rata ke dosen atau relasi yang menyelenggarakan suatu acara.

Padahal, gaji rektor sangat terbatas. Namun, di saat bersamaan harus memenuhi kebutuhan untuk membangun relasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com