JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Intelijen Negara (BIN) sampai saat ini belum memberikan pernyataan terkait dengan pembelian hampir 2.500 mortir dari perusahaan amunisi militer Serbia, Krusik Valjevo (KV).
Hal itu terungkap dari laporan kelompok pemantau persenjataan, Conflict Armament Research (CAR), yang bermarkas di London, Inggris.
Selain pembelian mortir, CAR menyebutkan dalam laporan mereka BIN turut membeli 3.000 unit inisiator elektronik dan 3 perangkat pengatur waktu ledakan bahan peledak. Laporan tentang pengiriman mortir buatan Serbia itu dilansir oleh kantor berita Reuters.
Di sisi lain, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyampaikan tidak ada pengadaan mortir oleh BIN.
"Enggak ada mas. Tidak pernah BIN menyampaikan bahwa ada pembelian senjata seperti itu," kata Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/6/2022).
Baca juga: Kronologi KKB Tembaki Pesawat Sam Air di Bandara Kenyam Papua, Tangki Bahan Bakar dan Ban Rusak
Dave menuturkan pihaknya bakal menindaklanjuti laporan dari Reuters itu dalam rapat selanjutnya bersama BIN. Adapun rapat tersebut, jelas Dave, untuk meminta penjelasan kepada BIN terkait laporan soal dugaan pengadaan mortir.
"Kita akan bahas di kesempatan berikutnya. Pastinya (meminta penjelasan)," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mempertanyakan dugaan pengadaan mortir oleh BIN. Sebab, menurutnya tidak mungkin BIN membeli atau bahkan menggunakan senjata tersebut.
"Masak BIN pakai mortir? Kan enggak punya pasukan mas?," ujar Sukamta saat dihubungi.
Menurut laporan CAR yang dilansir Reuters, mortir dengan ukuran 81 milimeter itu ditemukan setelah serangan yang dilakukan pasukan TNI pada Oktober 2021 di sejumlah desa di Papua, yang ditengarai dikuasai oleh kelompok separatis bersenjata. Beberapa mortir meledak, tetapi ada juga yang masih utuh.
Baca juga: Anggota DPR Sebut yang Kontra DOB Tak Representasikan Semua Wilayah Papua
Dalam brosur yang diterbitkan Krusik, mortir itu mempunyai daya jangkau hingga 6,5 kilometer dan bersifat mematikan terhadap target yang berada dalam radius 18 meter dari titik ledak.
Seluruh kontrak pengadaan persenjataan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus dilakukan melalui Kementerian Pertahanan.
Akan tetapi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Menteri (Permenhan) Nomor 12 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI.
Permenhan itu diterbitkan sebagai revisi atas Permenhan Nomor 7 Tahun 2010.
Ada sejumlah poin perubahan yang diatur dalam Permenhan Nomor 12/2020.