Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/01/2020, 10:21 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam periode 100 hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, harus menghadapi polemik terkait perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Bermula dari pencurian ikan di perairan tersebut yang merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia oleh nelayan China.

China juga dengan percaya diri mengklaim wilayah tersebut sebagai teritorinya berdasarkan Nine-Dash Line yang mereka miliki.

Sementara Pemerintah Indonesia berpegang pada United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 yang menyatakan wilayah itu adalah bagian dari ZEE Indonesia.

Sejumlah kapal ikan China diketahui memasuki perairan Natuna, Kepulauan Riau pada 19 Desember 2019. Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar ZEE Indonesia dan melakukan kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).

Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna karena China mengklaim sepihak.

Pemerintah Indonesia pun bereaksi keras terhadap pelanggaran perbatasan di perairan Natuna. Reaksi tersebut itu sempat tak dihiraukan oleh kapal ikan asing (KIA).

Sikap Pemerintah Berbeda

Usai kejadian itu, sejumlah kementerian terkait di Indonesia merespons. Sayangnya, reaksi pemerintah tak satu suara. Itu menjadi perhatian sejumlah kalangan, termasuk DPR. 

Perbedaan yang dinilai mencolok, terutama antara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi serta Kementerian Pertahanan.

Saat itu, Menlu Retno Marsudi mengatakan, ZEE Indonesia  telah ditetapkan UNCLOS 1982 sehingga pihaknya meminta China mematuhi aturan tersebut.

"Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982 oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982," kata Retno usai rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2019).

Baca juga: Soal Natuna, Luhut Sebut Kapal Asing Masuk ke ZEE yang Dianggap Sengketa

Retno menegaskan, Indonesia tidak akan pernah mengakui nine-dash line atau klaim sepihak yang dilakukan China, karena tidak memiliki dasar hukum internasional yang jelas.

Sementara Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta agar persoalan kapal China masuk ke Natuna ini tidak dibesar-besarkan.

Saat itu kekhawatiran yang muncul bahwa kondisi tersebut akan mengganggu investasi China di Indonesia.

"Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah. Soal kehadiran kapal itu (di Natuna), sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE," ujar Luhut di Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Senada, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan bahwa permasalahan tersebut harus disikapi dengan cool dan santai.

"Kita cool saja, kita santai," ucapnya sembari berlalu yang ditemui di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

Baca juga: Dikritik Tak Tegas soal Natuna, Ini Respons Prabowo

Luhut dan Prabowo, dinilai sebagian kalangan, kurang tegas dalam menyikapi tindakan China. 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com