JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mempertanyakan urgensi unsur Dewan Pengawas dalam draf revisi Undang-undang tentang KPK.
Dalam UU KPK yang berlaku saat ini, sama sekali tidak memuat ketentuan adanya Dewan Pengawas. Sebaliknya, unsur Dewan Pengawas diatur dalam sejumlah pasal di draf revisi UU KPK.
Yaitu, dalam Pasal 37A, 37B, 37C, 37D, 37E, 37F, 37G dan 69A.
"Apa urgensi membentuk badan pengawas saat KPK sudah memiliki dewan penasihat? Jika alasannya untuk mengawasi KPK dari potensi penyalahgunaan kewenangan, siapa yang bisa menjamin jika Dewan Pengawas nantinya bebas kepentingan?" kata Abraham dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).
Baca juga: Dewan Pengawas dalam Draf RUU KPK Dinilai Bisa Lemahkan KPK dari Dalam
Abraham menegaskan, KPK sudah memiliki sistem pengawasan internal melalui Direktorat Pengawasan Internal (PI).
Direktorat ini memiliki sistem prosedur untuk mendeteksi dan menindak dugaan pelanggaran di internal KPK.
"Pengawas Internal (PI) menerapkan standar SOP zero tolerance kepada semua terperiksa, tidak terkecuali Pimpinan. Sistem kolektif kolegial lima Pimpinan KPK juga adalah bagian dari saling mengawasi. Ditambah, jika ada pelanggaran berat yang dilakukan Pimpinan, bisa dibentuk majelis kode etik untuk memprosesnya," kata dia.
Baca juga: Lewat Dewan Pengawas KPK, Eksekutif-DPR Dinilai Bisa Intervensi Kasus
Ia juga menilai keberadaan Dewan Pengawas ini bisa melumpuhkan sistem kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan.
Khususnya menyangkut upaya penyadapan yang harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
"Tampaknya perumus naskah revisi Undang-undang KPK tidak mengetahui SOP penyidikan, termasuk penyadapan di KPK. Sebelum dilakukan penyadapan, izinnya harus melewati banyak meja, kasatgas, direktur penyidikan, deputi penindakan, kemudian meja lima Pimpinan. Jadi sistem kolektif kolegial kelima Pimpinan KPK adalah bagian dari sistem pengawasan itu," ungkap dia.
Baca juga: Dewan Pengawas KPK Diyakini Tak Akan Ganggu Independensi KPK
Sehingga, ia menilai Dewan Pengawas tidak perlu ada di dalam KPK karena semakin memperpanjang alur kerja.
"Sangat tidak perlu melibatkan badan lain yang akan memperpanjang alur penyadapan dengan risiko bisa bocor sebelum dijalankan," papar Abraham.
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis siang.
Baleg bertekad mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September mendatang.