JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily meyakini aksi 211 terkait pembakaran bendera tak akan memengaruhi elektabilitas pasangan nomor urut 02 itu.
Ia menyatakan, konstelasi politik setelah pembakaran bendera berbeda dengan Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbelit kasus penistaan agama.
"Kasusnya beda. Saya kira ini tidak ada kaitannya dengan Jokowi. Sekarang apa sih yang dituntut? Kan harus jelas tuntutannya. Yang dituntut supaya diproses hukum kan sudah. Terus mau apa lagi?" kata Ace di Posko Cemara, Menteng, Jakarta, Jumat (2/11/2018).
Baca juga: Temui Wiranto, Perwakilan Aksi 211 Sampaikan Dua Permintaan kepada Pemerintah
Ia menilai ada gerakan yang mencoba mengkapitalisasi isu yang tak relevan untuk Pilpres 2019. Padahal, kata Ace, organisasi Islam besar di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sudah sepakat untuk tak memperpanjang polemik pembakaran bendera.
Ia pun berharap semua pihak tak memperpanjang polemik pembakaran bendera tersebut sebagaimana imbauan NU dan Muhammadiyah.
"Apa lagi semua sudah tahu organisasi besar keislaman seperti NU, Muhammadiyah sudah sepakat untuk menjaga keharmonisan menjaga keutuhan NKRI," lanjut Ace.
Sebelumnya, setelah menunaikan shalat Jumat, massa di Masjid Istiqlal langsung melakukan longmarch menuju dua titik, yakni kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM serta Istana Negara.
Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh pembakaran bendera saat Peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).
Sebelumnya, polisi menetapkan dua orang oknum anggota Banser yang melakukan pembakaran bendera sebagai tersangka.
M dan F, dua orang pembakar bendera itu, awalnya hanya dijadikan sebagai saksi.
Baca juga: Perwakilan Aksi 211 Minta Umat Islam Jaga Persatuan dan Tak Mudah Diprovokasi
Namun, polisi memperoleh alat bukti baru yang menyebabkan kedua orang itu ditetapkan sebagai tersangka.
Alat bukti tersebut berupa keterangan saksi yang menyebutkan pembakaran itu masih dalam acara HSN di Garut.
Dua orang pembakar bendera itu dijerat Pasal yang sama dengan US, pembawa bendera, dalam acara HSN tersebut, mereka dijerat Pasal 174 KUHP.
Pasal 174 KUHP menyebutkan, barangsiapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru-hara, atau membuat gaduh, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900.