Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akbar Tandjung Khawatirkan Elektabilitas Golkar

Kompas.com - 15/09/2017, 18:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menyatakan banyak kader Golkar yang mengkhawatirkan elektabilitas partai berlambang beringin itu.

Sebab, kata Akbar, sejak Ketua Umum Golkar Setya Novanto menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP, elektabilitas Golkar menurun drastis.

Tren penurunan itu, lanjut Akbar, bisa dilihat dari penurunan kursi Golkar di DPR.

Tahun 2004, Golkar memperoleh 128 kursi. Sedangkan tahun 2009 menurun menjadi 106 kursi.

Berikutnya, tahun 2014 Golkar hanya menyisakan 91 kursi. Terakhir, kata Akbar, pada bulan Mei 2017, elektabilitas Golkar turun hingga ke angka 7,1 persen.

"Pemilu 2014 lalu kami 14,5 persen. Kalau 7,1 persen itu kan berarti separuh. Kalau pada waktu 2014 (dapat) 91 kursi, kalau separuh kan berarti sekitar 45 (di 2019)," ujar Akbar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/9/2017).

(baca: Novanto Tersangka, Akbar Tandjung Khawatir Golkar Terdepak dari Parlemen)

Ia khawatir jika tren penurunan tersebut terus berlanjut dan pada akhirnya Golkar tak mampu menembus angka ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

Akbar berharap ada upaya untuk kembali mengatrol elektabilitas Golkar ke posisi dua besar.

Namun, ia mengatakan langkah selanjutnya masih harus menunggu hasil praperadilan yang ditempuh Novanto.

 

(baca: Jika Novanto Tetap Ketum Golkar, Elektabilitas Jokowi Dapat Tergerus)

Akbar berharap, ke depannya ketiga elemen partai selain Dewan Pimpinan Pusat (DPP), yakni Dewan Pembina, Dewan Pakar dan Dewan Kehormatan bisa turun tangan menghadapi situasi ini.

Akbar mengaku ketiga dewan tersebut pernah bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga pernah menjabat Ketua Umum Golkar.

Mereka membahas kondisi Golkar terkini dan berupaya mencari jalan keluar bagi Golkar.

"Paling tidak institusi atas nama dewan kan ada tiga, Dewan Pembina, Pakar dan Kehormatan. Saat ini belum ada mekanisme yang memungkinkan ketiga dewan ini bertemu merespons memberikan opini masukan terhadap berbagai kasus yang ada," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com