Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Anggap Gugatan Nur Alam Sudah Masuk Materi Perkara Pokok

Kompas.com - 05/10/2016, 13:36 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi menilai, poin-poin permohonan dalam gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terlalu luas hingga ke materi perkara. Hal tersebut disampaikan dalam sidang praperadilan dengan agenda mendengar tanggapan KPK atas permohonan Nur Alam.

"Apabila dicermati uraian tersebut sudah masuk perkara pokok yang seharusnya disampaikan pada pemeriksaan perkara sebagai hak terdakwa untuk ajukan pembelaan," ujar Setiadi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2016).

Setiadi mengatakan, seharusnya pengujian praperadilan terbatas pada pengujian formil prosedural penyelidikan dan penyidikan. Belakangan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, objek praperadilan meluas hingga menguji keabsahan penetapan tersangka.

(Baca: Gugat KPK, Nur Alam Ragukan Keabsahan Novel Baswedan dalam Penyidikan)

Dalam salah satu poin gugatan, Nur Alam melalui tim pengacaranya mempertanyakan alat bukti untuk menjerat kliennya menjadi tersangka. Setiadi menegaskan bahwa alat bukti tersebut sifatnya rahasia dan sepenuhnya diskresi penyidik.

"Pengujian alat bukti hak penuh hakim yang memeriksa materi di pengadilan, bukan hakim tunggal praperadilan," kata Setiadi.

Selain itu, jika alat bukti telah diketahui sebelum diungkap di persidangan, maka dikhawatirkan mengganggu proses penyidikan. Tersangka bisa mencari celah untuk merusak atau mengaburkan alat bukti sebelum diajukan di muka persidangan oleh jaksa penuntut umum.

"Hal ini mengancam prinsip kerahasiaan penyelidikan dan penyidikan," kata Setiadi.

(Baca: KPK Siap Ungkap Kebohongan Nur Alam soal 4 Kali Absen Panggilan Penyelidik)

Sebelumnya, pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail menuding KPK tak memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka. Maqdir juga mempermasalahkan penyelidik kasus Nur Alam bukan dari instansi Polri maupun Kejaksaan Agung.

Padahal, kata dia, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK maupun dalam KUHP, syarat penyelidik dan penyidik KPK harus dari kedua instansi tersebut.

Hingga kini, KPK juga belum menyebutkan angka pasti kerugian negara atas korupsi Nur Alam. Menurut Maqdir, jika tak ada kerugian negara yang ditimbulkan dalam suatu perbuatan, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

(Baca: KPK Gunakan Penyelidik Independen, Gubernur Sultra Anggap Penetapan Tersangka Tak Sah)

Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalagunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.

Kompas TV Berstatus Tersangka, Gubernur Sultra Lantik Bupati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com