Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Gunakan Penyelidik Independen, Gubernur Sultra Anggap Penetapan Tersangka Tak Sah

Kompas.com - 04/10/2016, 14:05 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Maqdir Ismail dan timnya menguraikan poin permohonan yang digugat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada pokoknya, Maqdir meminta hakim tunggal praperadilan I Wayan Karya untuk memutuskan bahwa proses penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka kliennya oleh KPK tidak sah menurut hukum.

"Kami meminta ketua majelis hakim untuk menyatakan bahwa surat perintah penyidikan pada 15 Agustus tidak sah dan tidak punya kekuatan mengikat menurut hukum," ujar Maqdir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).

Nur Alam menguji keabsahan penyelidikan, penyidikan, dan penetapannya sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan pada 2009-2014 di Sultra.

KPK dianggap tak memiliki dua bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Nur Alam. Maqdir mempermasalahkan penyelidik kasus Nur Alam bukan dari instansi Polri maupun Kejaksaan Agung.

(Baca: Anggap Prosedur Penyidikannya Ganjil, Gubernur Sultra Ajukan Praperadilan)

Padahal, kata dia, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK maupun dalam KUHP, syarat penyelidik dan penyidik KPK harus dari kedua instansi tersebut.

"Dalam praktik hukum oleh penyelidikan yang bukan dari kepolisian, pengangkatan penyelidik independen bertentangan dengan hukum. Maka sprinlidik batal demi hukum," kata Maqdir.

Kemudian, hingga kini, KPK belum menyebutkan angka pasti kerugian negara atas korupsi Nur Alam. Menurut Maqdir, jika tak ada kerugian negara yang ditimbulkan dalam suatu perbuatan, maka tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Ia pun mempermasalahkan penghitungan kerugian keuangan yang bukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

(Baca: Lantik Pj Bupati, Gubernur Sultra Minta Didoakan)

"Kerugian keuangan negara salah satu elemen pokok. Tanpa itu, tidak ada tindak pidana korupsi," kata dia.

Adapun salah satu hal yang fatal, menurut Maqdir. yaitu Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka tanpa sekalipun dimintai keterangan pada tahap penyelidikan.

Memang ada surat panggilan yang dilayangkan untuk Nur Alam sebanyak empat kali, tetapi dia tak bisa memenuhi empat panggilan itu. Alasannya, Nur Alam harus menghadiri acara penting yang berkaitan dengan tugas kedinasannya.

"Sudah harus dilakukan pemeriksaan calon tersangka yang berfungsi sebagai cek ricek dan konfirmasi perbuatan pidana agar tidak ada tersangkaan yang tidak wajar," kata Maqdir.

(Baca: Kasus Gubernur Sultra, KPK Periksa Dirjen Kementerian ESDM)

Halaman:


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com