JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah mengusulkan penerapan sistem kombinasi dalam pemilu legislatif pada 2019. Usulan tersebut muncul lantaran pemerintah berupaya menjembatani usulan dari berbagai pihak.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Eddy mengatakan, semestinya pemerintah dan DPR memperhatikan putusan MK yang menyatakan bahwa seseorang berhak memperoleh kursi berdasarkan jumlah suara terbanyak.
Di samping itu, Lukman menilai, sistem proporsional terbuka yang telah berlangsung sejak pemilu legislatif pada 2009 mendapat respons positif di masyarakat.
"Dengan respons positif yang dihadirkan masyarakat, maka ini menunjukkan keberhasilan demokrasi di Indonesia, artinya masyarakat senang dengan sistem pemilu yang ada," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
(Baca: Pemerintah Usulkan Pemilu 2019 Pakai Sistem Kombinasi)
Beberapa partai politik menginginkan sistem proporsional tertutup agar calon anggota legislatif yang duduk di parlemen. Sebab, selama ini mereka mengeluhkan minimnya kader-kader terbaik partai yang duduk di DPR untuk membawa aspirasi partai.
Namun, Lukman menilai, pemerintah dan DPR justru lebih baik memperkuat sistem proporsional terbuka yang telah dipakai.
Lukman mengakui, sistem proporsional terbuka memiliki sejumlah kelemahan. Namun, selama dua periode penerapannya sejak 2009, sistem tersebut terus mengalami perbaikan dan semakin mendapat respons positif di masyarakat.
Salah satu kelemahan proporsional terbuka, menurut Lukman, hanya terletak pada kecilnya peran partai politik dalam menentukan kader terbaiknya untuk bisa duduk di parlemen.
Selain itu, sistem proporsional terbuka juga dapat menimbulkan perpecahan internal di tubuh partai.
"Ini kejadian waktu tahun 2014, beberapa calon anggota legislatif dalam satu partai malah bertengkar karena terlalu kerasnya persaingan dalam satu daerah pemilihan," tutur Lukman.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, keputusan untuk mengusulkan sistem kombinasi diambil karena selama ini ada perdebatan. Rakyat ingin agar pemilu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka seperti pada Pileg 2004, 2009 dan 2014 lalu.
Sistem ini memungkinkan rakyat untuk memilih langsung sosok wakil rakyat di kertas suara. Sementara itu, ada juga keinginan dari parpol agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup seperti sebelum 2004.
Dengan sistem ini, rakyat hanya memilih parpol di kertas suara.
"Sekarang kombinasi ini yang mau dibuat sehingga partai bisa persiapkan kader terbaiknya, tetapi masyarakat juga bisa menilai mana yang tepat jadi wakil rakyat yang diusung oleh parpol," kata Tjahjo usai rapat terbatas mengenai revisi UU Pemilu, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/9/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.