Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daripada Ubah Sistem Pemilu, Lebih Baik Perbaiki Sistem Proporsional Terbuka

Kompas.com - 15/09/2016, 21:31 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah mengusulkan penerapan sistem kombinasi dalam pemilu legislatif pada 2019. Usulan tersebut muncul lantaran pemerintah berupaya menjembatani usulan dari berbagai pihak.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Eddy mengatakan, semestinya pemerintah dan DPR memperhatikan putusan MK yang menyatakan bahwa seseorang berhak memperoleh kursi berdasarkan jumlah suara terbanyak.

Di samping itu, Lukman menilai, sistem proporsional terbuka yang telah berlangsung sejak pemilu legislatif pada 2009 mendapat respons positif di masyarakat.

"Dengan respons positif yang dihadirkan masyarakat, maka ini menunjukkan keberhasilan demokrasi di Indonesia, artinya masyarakat senang dengan sistem pemilu yang ada," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).

(Baca: Pemerintah Usulkan Pemilu 2019 Pakai Sistem Kombinasi)

Beberapa partai politik menginginkan sistem proporsional tertutup agar calon anggota legislatif yang duduk di parlemen. Sebab, selama ini mereka mengeluhkan minimnya kader-kader terbaik partai yang duduk di DPR untuk membawa aspirasi partai.

Namun, Lukman menilai, pemerintah dan DPR justru lebih baik memperkuat sistem proporsional terbuka yang telah dipakai.

Lukman mengakui, sistem proporsional terbuka memiliki sejumlah kelemahan. Namun, selama dua periode penerapannya sejak 2009, sistem tersebut terus mengalami perbaikan dan semakin mendapat respons positif di masyarakat.

Salah satu kelemahan proporsional terbuka, menurut Lukman, hanya terletak pada kecilnya peran partai politik dalam menentukan kader terbaiknya untuk bisa duduk di parlemen.

Selain itu, sistem proporsional terbuka juga dapat menimbulkan perpecahan internal di tubuh partai.

"Ini kejadian waktu tahun 2014, beberapa calon anggota legislatif dalam satu partai malah bertengkar karena terlalu kerasnya persaingan dalam satu daerah pemilihan," tutur Lukman.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, keputusan untuk mengusulkan sistem kombinasi diambil karena selama ini ada perdebatan. Rakyat ingin agar pemilu dilakukan dengan sistem proporsional terbuka seperti pada Pileg 2004, 2009 dan 2014 lalu.

Sistem ini memungkinkan rakyat untuk memilih langsung sosok wakil rakyat di kertas suara. Sementara itu, ada juga keinginan dari parpol agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup seperti sebelum 2004.

Dengan sistem ini, rakyat hanya memilih parpol di kertas suara.

"Sekarang kombinasi ini yang mau dibuat sehingga partai bisa persiapkan kader terbaiknya, tetapi masyarakat juga bisa menilai mana yang tepat jadi wakil rakyat yang diusung oleh parpol," kata Tjahjo usai rapat terbatas mengenai revisi UU Pemilu, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/9/2016).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com