Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Diminta Periksa Berita Acara Persidangan di PTUN Terkait Munir

Kompas.com - 21/02/2017, 18:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Komisi Yudisial memeriksa berita acara persidangan terkait keberatan keterbukaan informasi publik aktivis Munir Said Thalib di Pengadilan Tata Usaha Negara.

Dalam persidangan tersebut, PTUN Jakarta memenangkan permohonan Kementerian Sekretariat Negara.

“Saya kira ini bisa jadi kuncian ya. Kalau PTUN tidak punya berita acara persidangan, walaupun itu tertutup, itu menunjukkan mereka tidak profesional,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar, di Kantor KY, Jakarta, Selasa (21/2/2017).

Kontras mempertanyakan proses pemeriksaan PTUN terhadap permohonan itu yang berlangsung tertutup.

(Baca: Pimpinan Komisi III DPR: Putusan PTUN soal Munir Tak Masuk Akal)

Proses itu dianggap tidak sesuai dengan Pasal 8 Perma Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan dalam sidang terbuka.

Atas kejanggalan tersebut, Kontras telah mengadukan majelis hakim yang menangani keberatan tersebut ke KY.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Koordinator Kontras Haris Azhar memberikan pernyataan sebelum menyerahkan Kartu Pos Munir kepada Kementerian Sekretariat Negara RI di Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2017). Ribuan kartu pos Munir itu terkumpul dari 20 kota di Indonesia dan ditandatangani oleh berbagai kalangan masyarakat untuk mendesak pemerintah segera mengumumkan isi dokumen tim pencari fakta (TPF) Munir.
Tak hanya memeriksa berita acara, Haris juga meminta agar KY memeriksa kehidupan anggota majelis hakim pasca menerima gugatan, rekaman CCTV pengadilan, hingga jadwal persidangan hakim.

“Bagaimana kehidupannya, ketemu dengan siapa, apakah ada (pertemuan dengan) pihak tertentu yang wakili pihak penggugat. Saya pikir itu menjadi standar internasional ya bahwa hakim tidak boleh ketemu para pihak. Meskipun melalui berbagai pihak ketiga, keempat, kelima,” ujarnya.

(Baca: Pemerintah Dinilai Lari dari Tanggung Jawab Selesaikan Kasus Munir)

Diberitakan, majelis hakim membatalkan putusan KIP Nomor 025/IV/KIP-PS/2016 tanggal 10 Oktober 2016.

Putusan KIP itu mewajibkan Kemensetneg mempublikasikan hasil penyelidikan TPF Munir dan memberikan alasan tidak dipublikasikannya dokumen tersebut kepada publik.

"Menyatakan bahwa informasi yang dimohonkan termohon tidak berada pada pihak keberatan," ucjar Wenceslaus, salah satu hakim.

Selain itu, majelis hakim juga menghukum Kontras untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 225.000.

Majelis hakim mempersilakan Kontras mengajukan keberatan melalui kasasi dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan dibacakan.

Perkara ini sendiri diawali dari gugatan Kontras ke KIP terkait publikasi dokumen TPF Munir. Kontras ingin pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, membuka dokumen TPF Munir.

Putusan KIP Nomor 025/IV/KIP-PS-A/2016 tanggal 10 Oktober 2016 menyatakan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir adalah informasi yang harus diumumkan kepada masyarakat.

Namun, pemerintah tak membuka dengan alasan tak menyimpan dokumen TPF Munir. Pihak Kemensetneg juga beranggapan bahwa putusan KIP multitafsir.

Kompas TV Titik terang keberadaan dokumen penyelidikan tim pencari fakta kasus Munir kembali meredup. Pengungkapan kasus pembunuhan aktivitas HAM munir pun kembali gelap. Lalu bagaimana menguak gelapnya kasus Munir ini? Kami membahasnya bersama aktivis HAM, Hariz Azhar, serta pakar hukum Universiats Idonesia Teuku Nasrullah dan isteri almarhum Munir, Suciwati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com