Itu aji mumpung. Itulah nepotisme yang ditabukan oleh Tap MPR 1998. Gelombang reformasi yang merobohkan kekuasaan Orde Baru melahirkan Tap MPR yang melarang praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) menjadi NKK (narik kanca kanca). Semangat itu telah roboh.
Semua yang mendekat kekuasaan diberi fasilitasi, diberi kenikmatan. Sedang yang memilih posisi bersebarang, hukumlah yang berbicara.
Kesaksian lain dari Syahrul, banyak menteri lain yang kerap mengajak keluarga mereka ikut serta dalam perjalanan dinas luar negeri.
"Uang perjalanan saya cukup banyak. Oleh karena itu, sepanjang saya jalan hadir dalam keluarga boleh aja dalam rombongan itu, semua menteri lakukan hal yang sama," kata Syahrul.
Hakim lantas menegur Syahrul karena membanding-bandingkan dirinya dengan menteri lain. Hakim memperingatkan Syahrul bahwa ia semestinya berpesan kepada keluarga untuk menolak berbagai pemberian yang diterima.
"Jangan lihat menteri yang lain, sedangkan Saudara sendiri, Saudara kemukakan pada awal jabatan Saudara, agar apabila ada keluarga, Saudara suruh tolak," kata hakim.
Sayang, hakim menegur. Selayaknya, hakim membiarkan saja Syahrul menceritakan bagaimana kekuasaan diperlakukan sehingga bangsa ini mendapatkan gambaran bagaimana kekuasaan bekerja sehingga generasi penerus bisa memperbaikinya.
Syahrul juga menceritakan telah memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
Firli telah mundur dari KPK. Statusnya tersangka, tapi perkarnya tak maju. Kuasa hukum Firli membantah. Keterangan Syahrul itu bohong!
Nyanyian Syahrul harus jadi pelajaran. Butuh koreksi dan teladan dari pemimpin tertinggi bagaimana memperlakukan kekuasaan.
Jika katakanlah pemimpin sekarang tak ada yang bisa jadi teladan, maka belajar dari sejarah.
Ada kisah anak bangsa, seperti Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Dia tidak pernah tergoda mengambil uang negara yang dikelolanya. Padahal, kehidupan keluarganya kekurangan. Demi menyambung hidup, sang istri, Halimah, berjualan sukun goreng.
Ada juga kisah Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung. Seperti ditulis dalam sebuah buku, seorang bupati mengisi bensin di tangki mobil Lopa. Lopa marah dan meminta agar tangki dikosongkan kembali.
Ada juga kisah Agus Salim dan kisah mantan Kapolri Jenderal Hoegeng dan mantan Wapres Mohammad Hatta.
Kisah di atas adalah sebagian litani kejujuran anak bangsa. Di tengah masifnya korupsi dan tiadanya malu melakukan nepotisme, bangsa ini pernah memiliki anak bangsa yang mengedepankan kejujuran. Mengedepankan integritas. Membedakan milikmu dan milikku. Milik pemerintah dan pribadi.