Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budiman Tanuredjo
Wartawan Senior

Wartawan

“Saya kan Menteri...”

Kompas.com - 29/06/2024, 12:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Itu aji mumpung. Itulah nepotisme yang ditabukan oleh Tap MPR 1998. Gelombang reformasi yang merobohkan kekuasaan Orde Baru melahirkan Tap MPR yang melarang praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) menjadi NKK (narik kanca kanca). Semangat itu telah roboh.

Semua yang mendekat kekuasaan diberi fasilitasi, diberi kenikmatan. Sedang yang memilih posisi bersebarang, hukumlah yang berbicara.

Kesaksian lain dari Syahrul, banyak menteri lain yang kerap mengajak keluarga mereka ikut serta dalam perjalanan dinas luar negeri.

"Uang perjalanan saya cukup banyak. Oleh karena itu, sepanjang saya jalan hadir dalam keluarga boleh aja dalam rombongan itu, semua menteri lakukan hal yang sama," kata Syahrul.

Hakim lantas menegur Syahrul karena membanding-bandingkan dirinya dengan menteri lain. Hakim memperingatkan Syahrul bahwa ia semestinya berpesan kepada keluarga untuk menolak berbagai pemberian yang diterima.

"Jangan lihat menteri yang lain, sedangkan Saudara sendiri, Saudara kemukakan pada awal jabatan Saudara, agar apabila ada keluarga, Saudara suruh tolak," kata hakim.

Sayang, hakim menegur. Selayaknya, hakim membiarkan saja Syahrul menceritakan bagaimana kekuasaan diperlakukan sehingga bangsa ini mendapatkan gambaran bagaimana kekuasaan bekerja sehingga generasi penerus bisa memperbaikinya.

Syahrul juga menceritakan telah memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.

Firli telah mundur dari KPK. Statusnya tersangka, tapi perkarnya tak maju. Kuasa hukum Firli membantah. Keterangan Syahrul itu bohong!

Nyanyian Syahrul harus jadi pelajaran. Butuh koreksi dan teladan dari pemimpin tertinggi bagaimana memperlakukan kekuasaan.

Jika katakanlah pemimpin sekarang tak ada yang bisa jadi teladan, maka belajar dari sejarah.

Ada kisah anak bangsa, seperti Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Dia tidak pernah tergoda mengambil uang negara yang dikelolanya. Padahal, kehidupan keluarganya kekurangan. Demi menyambung hidup, sang istri, Halimah, berjualan sukun goreng.

Ada juga kisah Baharuddin Lopa, mantan Jaksa Agung. Seperti ditulis dalam sebuah buku, seorang bupati mengisi bensin di tangki mobil Lopa. Lopa marah dan meminta agar tangki dikosongkan kembali.

Ada juga kisah Agus Salim dan kisah mantan Kapolri Jenderal Hoegeng dan mantan Wapres Mohammad Hatta.

Kisah di atas adalah sebagian litani kejujuran anak bangsa. Di tengah masifnya korupsi dan tiadanya malu melakukan nepotisme, bangsa ini pernah memiliki anak bangsa yang mengedepankan kejujuran. Mengedepankan integritas. Membedakan milikmu dan milikku. Milik pemerintah dan pribadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerima Program Pendidikan Dokter Spesialis Bakal Dapat Gaji 7,5 Juta

Penerima Program Pendidikan Dokter Spesialis Bakal Dapat Gaji 7,5 Juta

Nasional
DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Lakukan Asusila

DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Lakukan Asusila

Nasional
Sandiaga Dilirik PKB untuk Pilkada Jawa Barat, PPP: Kalau Ada Peluang, Tentu Kami Senang

Sandiaga Dilirik PKB untuk Pilkada Jawa Barat, PPP: Kalau Ada Peluang, Tentu Kami Senang

Nasional
Mendag Korea Selatan Puji Insentif Pajak Indonesia yang Mudahkan Investasi

Mendag Korea Selatan Puji Insentif Pajak Indonesia yang Mudahkan Investasi

Nasional
Pertama di Indonesia, Pemprov Sumsel dan PT KPI Bangun Taman Rawa dengan 55 Spesies Pohon Langka

Pertama di Indonesia, Pemprov Sumsel dan PT KPI Bangun Taman Rawa dengan 55 Spesies Pohon Langka

Nasional
TNI Tunggu Penyelidikan soal Dugaan Keterlibatan Prajurit dalam Kebakaran Rumah Wartawan di Karo

TNI Tunggu Penyelidikan soal Dugaan Keterlibatan Prajurit dalam Kebakaran Rumah Wartawan di Karo

Nasional
Kunker ke Surabaya, Wapres Resmikan Pembukaan Asian-Pacific Aquaculture 2024

Kunker ke Surabaya, Wapres Resmikan Pembukaan Asian-Pacific Aquaculture 2024

Nasional
Kapolri Minta Otopsi Ulang Jenazah Afif Maulana Libatkan Pihak Luar, Demi Transparansi

Kapolri Minta Otopsi Ulang Jenazah Afif Maulana Libatkan Pihak Luar, Demi Transparansi

Nasional
Bertemu MPR, Zulhas Minta Presiden Tetap Dipilih Rakyat

Bertemu MPR, Zulhas Minta Presiden Tetap Dipilih Rakyat

Nasional
Ibu Afif Maulana: Pak Kapolri dan Kapolda, Tolong Cari Penganiaya Anak Saya, Bukan yang Memviralkan

Ibu Afif Maulana: Pak Kapolri dan Kapolda, Tolong Cari Penganiaya Anak Saya, Bukan yang Memviralkan

Nasional
Sidang Putusan Dugaan Asusila, Ketua KPU Hasyim Asy'ari Hadir Virtual

Sidang Putusan Dugaan Asusila, Ketua KPU Hasyim Asy'ari Hadir Virtual

Nasional
Mensos Sebut Data DTKS Penerima Bansos Aman dari Peretasan PDN

Mensos Sebut Data DTKS Penerima Bansos Aman dari Peretasan PDN

Nasional
Singgung Altet Badminton China yang Meninggal, Menkes Sebut Layanan Katerisasi Jantung Belum Merata

Singgung Altet Badminton China yang Meninggal, Menkes Sebut Layanan Katerisasi Jantung Belum Merata

Nasional
Menko PMK Usul Bandar sampai Pemain Judi 'Online' Disanksi Maksimal

Menko PMK Usul Bandar sampai Pemain Judi "Online" Disanksi Maksimal

Nasional
Ayah Afif Maulana: Kami Enggak Tahu Mau Percaya Polisi atau Tidak...

Ayah Afif Maulana: Kami Enggak Tahu Mau Percaya Polisi atau Tidak...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com