Dinamika politik internal di parlemen juga seringkali menciptakan lingkungan di mana legislator dipengaruhi oleh pertimbangan politik partai atau kelompok tertentu, bukan semata-mata oleh pertimbangan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Revisi-revisi undang-undang yang kontroversial seperti UU Penyiaran (atau pun UU Kesehatan Ibu dan Anak) menunjukkan bagaimana proses legislasi rentan terhadap permainan kekuasaan politik.
Independensi lembaga peradilan di Indonesia juga menjadi sorotan kritis. Meskipun secara teori MK dan MA diharapkan menjalankan fungsi mereka dengan independen, dalam praktiknya keputusan-keputusan dari kedua lembaga ini sering dipertanyakan karena dituduh tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh politik.
Implikasi dari penggunaan hukum sebagai alat politik sangat serius bagi kualitas demokrasi. Ketika hukum tidak lagi mampu melindungi hak-hak asasi manusia dan kepentingan publik secara adil, tetapi justru dimanfaatkan untuk memperkuat kekuasaan politik atau kepentingan khusus, maka prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum terancam tergerus.
Pengaruh politik dalam pengadilan bukan hal baru di Indonesia. Sejak lama, intervensi politik dalam proses peradilan telah menjadi perdebatan mendalam.
Hal ini menunjukkan bahwa tantangan untuk mempertahankan independensi peradilan tidak semata-mata tergantung pada struktur institusional atau regulasi, tetapi juga pada budaya politik dan tingkat toleransi terhadap penegakan hukum yang bebas dari pertimbangan politik.
Penyalahgunaan hukum untuk tujuan politik bisa saja dipahami dari perspektif kekuasaan politik. Di banyak negara, elite politik atau kelompok yang mengendalikan kekuasaan sering kali memanfaatkan sistem hukum untuk mempertahankan dominasi mereka.
Mereka dapat menggunakan ancaman hukum atau investigasi terhadap lawan politik sebagai cara untuk menekan oposisi, dan mengurangi kekuatan politik mereka.
Penuntutan hukum yang disengaja dapat digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan figur publik yang populer di kalangan massa, sehingga menghilangkan pesaing yang potensial dari arena politik.
Selain itu, dalam beberapa kasus, penyalahgunaan hukum juga dapat diarahkan untuk memperkuat posisi politik tertentu dengan cara yang tidak langsung.
Strategi ini bisa melibatkan penekanan politik, dengan menempatkan mereka di bawah tekanan hukum yang berkelanjutan demi menguntungkan bagi kepentingan mereka.
Pergeseran terhadap penegakan hukum yang dipolitisasi, karuan saja dapat mengurangi legitimasi dan otoritas institusi hukum dalam mata masyarakat.
Ini tidak hanya melemahkan kepercayaan publik terhadap proses demokratis, tetapi juga berpotensi memicu protes dan ketegangan sosial politik lebih besar, yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas politik negara.
Fenomena penyalahgunaan hukum untuk kepentingan politik juga sering terkait dengan sistem politik yang otoriter, atau berpotensi otoriter.
Di negara-negara dengan kontrol politik yang ketat, hukum sering kali digunakan sebagai alat untuk mengintimidasi atau mengancam lawan politik, aktivis hak asasi manusia, atau jurnalis yang kritis terhadap pemerintah.