Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fahmi Ramadhan Firdaus
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember | Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember

Buru-buru Revisi UU di Masa "Bebek Lumpuh"

Kompas.com - 19/06/2024, 05:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menjelang berakhirnya masa jabatan DPR periode 2019 – 2024 pada 1 Oktober 2024, mustahil rasanya parlemen dapat mengejar ketertinggalan untuk menyelesaikan 46 RUU sisa dalam Prolegnas 2024 dengan tetap memenuhi aspek materiil dan aspek formil.

Pembentukan UU saat masa Lame Duck yang kontroversial bukan pertama kali terjadi. Pada 26 September 2014, menjelang akhir masa jabatan DPR Periode 2009 – 2014, disahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pilkada yang menghapuskan pemilihan langsung oleh rakyat dan mengalihkan pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Namun kemudian dibatalkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 yang mengembalikan pelaksanaan Pilkada secara langsung.

Selanjutnya pada akhir masa jabatan DPR Periode 2019 – 2024, di mana revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dibahas terburu-buru hanya dalam waktu 11 hari dan disahkan pada 17 September 2019 sebelum Anggota DPR yang baru dilantik pada 1 Oktober 2019.

Publik harus lebih aware lagi menyikapi masa Lame Duck agar para pembentuk undang-undang serta elite politik tidak memanfaatkan momentum ini untuk membentuk legislasi yang tidak sesuai asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan tidak sejalan dengan aspirasi publik.

Legislasi abai partisipasi

Pembentuk undang-undang tentu tidak boleh melupakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 tentang UU Cipta Kerja yang menjadi Landmark Decision sebagai warning agar pembentukan undang-undang tidak mengesampingkan aspek formil, salah satunya partisipasi yang tidak sekadar formalitas tanpa makna.

Putusan tersebut menekankan partisipasi publik yang dilakukan dalam pembentukan undang-undang haruslah partisipasi yang bermakna (meaningful participation).

Partisipasi yang bermakna memiliki tiga prasyarat yang penting. Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard).

Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered). Ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).

Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 kemudian menjadi salah satu latar belakang Revisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, agar mengatur kembali mekanisme partisipasi publik yang bermakna dan bukan formalitas semata.

Secara spesifik apa yang menjadi koreksi Mahkamah Konstitusi dapat kita lihat pada Pasal 96 Undang-Undang No. 13 Tahun 2022.

Right to be heard dituliskan pada Pasal 96 ayat (1) sebagai berikut: "Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan".

Kemudian di ayat (2) ditambahkan bahwa pemberian masukan masyarakat dilakukan secara daring dan/atau luring.

Hak kedua, yakni right to be considered, dapat dilihat pada Pasal 96 ayat (7) Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa hasil dari konsultasi publik menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, penyusunan, dan pembahasan Peraturan Perundang-undangan.

Terakhir, right to be explained dijelaskan pada Pasal 96 ayat (8) Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 bahwa pembentuk peraturan perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil pembahasan masukan masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com