Lantas, apa yang harus dilakukan oleh Prabowo sebagai pemimpin yang diberi kewenangan? Ujungnya memang, dinamika yang ada perlu dikomunikasikan secara intens oleh Prabowo dengan ketua-ketua umum partai koalisi.
Sebagai pemimpin, masing-masing orang tentu memiliki ramuan dalam mengelola dinamika yang ada. Pendekatan apa pun bisa dilakukan, tergantung gaya kepemimpinan yang dimilikinya, dan tentu saja senapas dengan upaya untuk mengamankan kepentingan dari pemimpin itu sendiri.
Dari perspektif komunikasi kepemimpinan, ada tiga proses kognitif yang perlu menjadi bagian dari kerangka kerja seorang pemimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu: sensemaking, sensegiving, dan sensenegotiation (Berger & Meng, 2014).
Sensemaking berkaitan dengan kemampuan pemimpin dalam menjelaskan tentang masalah yang terjadi dan bagaimana maknanya bagi pengikutnya.
Dalam konteks Prabowo sebagai sensmaker, dia perlu menjelaskan kepada partai koalisi, terutama ketua-ketua umumnya tentang apa yang diinginkannya terkait dengan format dan bentuk koalisi untuk pemerintahannya, lima tahun ke depan.
Juga tentang kuota menteri dari masing-masing koalisi, mengapa perlu mengajak partai lain (misalnya, Nasdem dan PPP) masuk dalam koalisi, serta berapa besaran kursi menteri yang akan diberikan kepada partai koaisi dan partai yang akan diajak bergabung nantinya.
Khusus untuk yang terakhir ini, Prabowo perlu menjelaskan alasan mengapa diberi kuota tersebut, pada pos kementerian apa, dan alasan penempatan mereka pada kementerian tersebut.
Kompetensi kedua dalam komunikasi kepemimpinan adalah sensegiving. Di sini, penjelasan yang disampaikan pemimpin pada tahap sensmaking tadi, digunakan sebagai upaya untuk mencapai kesepahaman bersama. Ujungnya, pemimpin tersebut bisa memengaruhi bawahannya.
Sebagai sensegiver, seorang pemimpin bisa menggunakan ritual, storyteller, SOP, regulasi, dan lain-lain.
Pilihan yang diambil Prabowo, dalam kapasitas sebagai sensgiver untuk meyakinkan partai koalisi, misalnya dengan pendekatan mendasarkan pada pengalaman pemerintahan-pemerintahan sebelumnya - ini tercermin dari komunikasi intensnya dengan Jokowi selama ini, serta beberapa kali komunikasinya dengan SBY yang dilakukannya.
Prabowo juga perlu melihat raihan suara masing-masing partai politik; kontribusi masing-masing partai (juga individu serta kelompok relawan) dalam pemenangannya di pilpres lalu; serta signifikansi kursi partai politik di parlemen (ini kaitannya dengan dukungan terhadap kebijakan pemerintahannya nanti di legislatif).
Komunikasi kepemimpinan yang ketiga adalah pemimpin harus memiliki sensenegotiation. Maksudnya bahwa pemimpinan harus berusaha untuk melakukan negosiasi.
Dalam konteks ini, Prabowo terlihat sudah melakukan komunikasi secara personal dengan beberapa ketua umum partai koalisi, melalui berbagai kesempatan buka puasa bersama.
Saat konferensi pers di acara Peringatan Nuzul Quran dan Buka Puasa Bersama DPP Golkar, meski tidak disampaikan secara terbuka, Airlangga mengaku sudah menyampaikan kontribusi partainya dalam pemenangan Prabowo-Gibran.
Komunikasi tersebut tentu bermaksud memberikan penegasan tentang permintaan minimal lima kursi menteri yang pernah diutarakan sebelumnya.
Meski kabinet Prabowo-Gibran baru akan efektif bekerja di medio Oktober 2024 nanti (pascapelantikan), namun publik terlihat sudah ramai membincangkan hal itu.
Kini, publik tentu menunggu ramuan kabinet Prabowo dan bagaimana proses komunikasi yang dilakukannya guna membentuk kabinet idealnya.
Ramuan kabinet yang tepat akan sangat menentukan jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran lima tahun ke depan, terciptanya stabilitas politik, iklim investasi terjamin, yang ujungnya tentu akselarasi pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, sebagaimana yang digaungkan selama ini. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.