Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Kompas.com - 16/05/2024, 16:06 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menilai, sebaiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu lagi terlibat dalam pemerintahan ke depan setelah lengser nantinya.

Hal itu dikatakan Ikrar menanggapi wacana Jokowi bakal menjadi penasihat dalam pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendatang.

“Kalau buat saya dia ya udah berhenti. Kenapa demikian? Cukup lah buat dia. Dia sudah jadi wali kota dua kali, gubernur satu kali, presiden dua kali, apa lagi yang harus diberikan,” kata Ikrar dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Rabu (15/5/2024).

Terkait mengawal program pemerintahannya agar tetap berjalan di era pemerintahan berikutnya, menurut Ikrar, sebaiknya dipercayakan kepada Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih Prabowo-Gibran.

“Soal nanti Prabowo akan mengikuti jalannya atau tidak, kan Prabowo sudah janji. Berikanlah, menurut saya ya, kedaulatan penuh pada presiden terpilih untuk melakukan pemerintahannya secara baik,” ujarnya.

Baca juga: Soal DPA, Jusuf Kalla: Kan Ada Wantimpres, Masak Ada Dua?

Namun, dia juga mengingatkan bahwa penting agar pemerintahan ke depan tetap harus mempertimbangkan semua program yang akan dijalankan secara rasional. Salah satunya dengan mempertimbangkan anggaran yang ada.

“Apakah kemudian Pak prabowo akan melanjutkan pembangunan IKN secara menggebu-gebu di kala keuangan negara macet, atau tidak dalam artian banyak ya. Atau program-program seperti makan siang gratis dan sebagainya, demi menjaga agar cashflow kita jangan sampai habis hanya untuk program-program tersebut,” kata Ikrar.

Sebelumnya, memang muncul wacana menempatkan Jokowi sebagai penasihat di pemerintahan Prabowo-GIbran. Mulai dari menjadi bagian dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sampai pembentukan presidential club.

Bahkan, terbaru Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menyebut bahwa Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dapat dihidupkan kembali untuk mengakomodasi ide Prabowo Subianto membentuk presidential club.

Baca juga: Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat Presidential Club

Menurut dia DPA dapat diisi oleh para mantan presiden dan wakil presiden sebagaimana keinginan Prabowo mewadahi para mantan presiden ke dalam satu forum.

“Malah kalau bisa mau diformalkan, kita pernah punya lembaga Dewan Pertimbangan Agung, yang bisa diisi oleh mantan-mantan presiden maupun wakil presiden. Kalau mau diformalkan, kalau Pak Prabowo-nya setuju,” kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada 7 Mei 2024.

Namun, untuk mengaktifkan kembali DPA yang eksis pada era Presiden Soekarno dan Soeharto perlu ada amendemen Undang-Undang Dasar 1945.

“Kalau mau diformalkan lagi, kalau mau bagaimana begitu, boleh saja, tergantung Pak Prabowo, tapi ini tentu saja harus melalui amendemen kelima,” ujarnya.

Pasalnya, DPA telah dibubarkan di era Reformasi lewat amendemen UUD 1945 dan fungsi lembaga ini digantikan Wantimpres.

Sementara itu, Presiden Jokowi juga telah menanggapi isu sebagai penasihat tersebut. Dia mengingatkan bahwa masa jabatannya sebagai presiden masih enam bulan lagi.

"Ini saya itu masih jadi Presiden sampai enam bulan lagi, lho, masih Presiden sekarang ini," ujar Jokowi saat sesi tanya jawab di RSUD Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara pada 14 Mei 2024.

"Sekarang masih bekerja sampai sekarang ini, (kok) ditanyakan begitu," katanya melanjutkan. 

Baca juga: Menelusuri Gagasan Jokowi Bakal Dijadikan Penasihat Prabowo

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com