Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Husen Mony
Dosen

Mengajar Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Menanti Ramuan Komunikasi Kepemimpinan Prabowo dalam Perumusan Kabinet

Kompas.com - 22/04/2024, 15:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PASANGAN Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming dipastikan akan menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia selanjutnya.

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, Senin (21/4/2024), menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Maka putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pasangan 02 sebagai pemenang Pilpres 2014, berlaku. Artinya, pada Oktober 2024 nanti, Prabowo – Gibran akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden RI.

Sebelumnya, sambil menunggu proses sengketa hasil Pilpres di MK, pasangan 02 mulai dihadapkan pada urusan pembentukan kabinetnya.

Berbagai macam isu dan rumor menyebar terkait dengan penyusunan kabinet tersebut. Terkait hal itu, sejauh ini muncul dua persolan.

Persoalan pertama, yaitu terkait bentuk dan format koalisi. Berbagai wacana dimunculkan, terutama dari elite-elite partai koalisi.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat, Andi Arief, mengusulkan adanya koalisi persatuan. Sambil itu, menurut dia, koalisi persatuan tersebut perlu memiliki sekretaris gabungan (setgab) koalisi pemerintahan, mengadopsi apa yang pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada dua periode pemerintahannnya.

Masih terkait format koalisi, diskusi juga menyangkut persoalan apakah nanti partai-partai di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan diajak bergabung. Jika ada yang hendak bergabung, apakah nantinya diterima atau tidak.

Dalam hal ini menyangkut pemilihan koalisi gemuk atau koalisi ramping, untuk efektifitas pemerintahan Prabowo – Gibran, lima tahun ke depan.

Isu lain seputar pemimpin koalisi tersebut. Ada yang menginginkan Prabowo mengambil alih langsung tanggung jawab tersebut agar komunikasi dan koordinasinya berjalan efektif dan efisien.

Namun, ada juga yang merekomendasikan sosok lain. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin koalisi pemerintahan.

Terkait usulan PSI, beberapa elite partai KIM menyerahkan kepada keputusan Prabowo. Namun ada juga yang terang-terangan menolak, seperti Andi Arief.

Penolakannya atas ide tersebut berangkat dari alasan bahwa koalisi adalah gabungan dari partai politik, sehingga pemimpinnya harus salah satu dari ketua umum partai mitra koalisi.

Sementara Jokowi bukan ketua umum partai, bahkan bukan anggota dari salah satu partai kelompok KIM sehingga tidak tepat menjadi pemimpin koalisi.

Proporsi Kabinet

Persoalan kedua, yang beberapa waktu belakangan “dijejalkan” kepada presiden terpilih Prabowo Subianto adalah terkait dengan proporsi kursi menteri, bagi partai-partai pendukung presiden terpilih.

Dalam hal ini berkaitan dengan besaran jumlah kursi menteri dari masing-masing partai yang ada dalam barisan KIM.

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartato, dengan tegas meminta minimal lima kursi di kabinet. Alasannya karena Partai Golkar, dengan kemenangan di 15 Provinsi (dari 28 provinsi) punya andil besar dalam kemenangan pasangan Prabowo-Gibran.

Meski tidak setegas Partai Golkar, Partai Amanat Nasional juga secara tersirat menuntut “hak” yang memadai dalam postur kabinet nantinya. Alasannya karena mereka adalah mitra setia Prabowo selama ini, dalam tiga kali maju kontestasi pemilihan presiden.

Partai-partai lain, seperti Partai Demokrat, PBB, PSI, Partai Gelora, dan lainnya, secara normatif menyerahkan penentuan kuota menteri kepada hak prerogatif Prabowo, sebagai presiden terpilih.

Meski demikian, dari gestur yang mereka tampilkan ke publik, tentu saja tersirat keinginan untuk mendapatkan jatah kursi menteri yang maksimal.

Kerumitan persoalan terkait jatah menteri dari partai yang tergabung dalam barisan KIM tersebut, makin memanjang ketika merebak isu bahwa ada partai lain di luar koalisi mereka  akan diberikan jatah menteri jika bergabung ke dalam koalisi, dengan kuota tertentu.

Muncul isu bahwa Partai Nasdem akan mendapatkan jatah beberapa kursi menteri. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga diisukan akan peroleh kuota tertentu jika bergabung dengan Prabowo – Gibran.

Dari dua persoalan yang saya jabarkan di atas, publik tentu menunggu jalan keluar, terutama dari Prabowo Subinto, sebagai presiden terpilih.

Sebab, apapun jalan keluar yang diambil Prabowo, akan sangat menentukan jalannya pemerintahan lima tahun ke depan. Dalam hal ini, pilihan-pilihan tersebut akan sangat berkaitan dengan soliditas partai koalisi yang ujungnya terkait juga dengan efektifitas penyelenggaran pemerintahan.

Melibatkan Jokowi

Sebenarnya, jika mencermati dinamika komunikasi politik Prabowo pada beberapa minggu belakangan ini, terlihat bahwa dia sudah mengupayakan jalan keluar atas persoalan yang ada. Hal ini dapat kita jejaki dari pernyataan-pernyataannya melalui media massa.

Terkait penentuan kabinet misalnya, Probowo berkeinginan melibatkan Presiden Jokowi.
Meski belum jelas, pelibatan Jokowi tersebut sampai sebatas mana; apakah menyangkut penentuan bentuk atau format koalisi? Jumlah kursi menteri bagi masing-masing partai koalisi? Atau penentuan figur mana yang cocok untuk menduduki posisi menteri apa?

Pelibatan Jokowi mengingat pengalamannya selama sepuluh tahun terakhir sebagai presiden. Sampai sejauh ini belum terjelaskan kepada publik.

Pilihan Prabowo untuk melibatkan Jokowi dalam hal penyusunan kabinetnya, alih-alih meredam suara-suara sumbang dari berbagai pihak, yang terjadi malah memunculkan polemik baru.

Banyak pengamat, analis politik dan komunikasi politik memandang langkah demikian menjadikan kabinet Prabowo tidak otentik.

Bagi saya sendiri, pilihan Prabowo tersebut akan memunculkan sejumlah persoalan. Pertama, akan muncul rasa cemburu dari partai koalisi, terutama dari ketua umum partainya.

Mungkin saat ini belum ditunjukan, tapi nanti setelah Jokowi lengser, perasaan itu akan menyeruak secara terang-terangan ke publik. Belum apa-apa, Andi Arief sudah menolak ide menjadikan Jokowi sebagai pemimpin koalisi.

Kedua, loyalitas menteri akan terbagi dua. Para menteri yang dipilih atau ditentukan oleh Prabowo, mungkin akan loyal kepadanya. Namun menteri yang direkomendasikan Jokowi, belum tentu akan loyal kepada Prabowo.

Bisa saja, loyalitasnya ditunjukan lebih kepada Jokowi, melalui wakil presiden, Gibran Rakabumung Raka.

Cerita tentang dualitas loyalitas menteri pernah kita dengar terjadi pada saat pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla. Saat itu, beberapa menteri ternyata lebih mengikuti perintah Jusuf Kalla, ketimbang Presiden Jokowi.

Ketiga, adanya dualitas loyalitas tersebut, tentu saja akan memberikan kesan ke publik bahwa ada matahari kembar dalam pemerintahan berjalan. Apalagi, jika dualitas loyalitas para menteri tersebut, oleh para menteri, ditunjukan secara terbuka kepada publik.

Hal ini tentu saja akan memiliki efek domino terhadap, misalnya kurangnya kepercayaan investor kepada pemerintahan Prabowo, kinerja kelembagaan dalam kementerian, percepatan atau bahkan suksesi program-program Prabowo-Gibran.

Komunikasi dalam kepemimpinan

Secara normatif, penentuan jumlah, posisi, serta orang yang akan menduduki jabatan menteri tertentu, memang menjadi hak prerogatif presiden.

Meski demikian, jika presiden terpilih tidak mengelola berbagai kepentingan yang ada secara baik, akan berakibat buruk bagi pemerintahannya.

Tentu soliditas koalisi dipertaruhkan karena ada partai yang merasa dianak tirikan, sementara yang lain seolah dianak emaskan.

Terlebih jika partai-partai yang baru bergabung nantinya, ternyata memperoleh jatah kursi yang sama atau bahkan melebihi partai yang sudah sejak awal tergabung dalam koalisi saat mengusung Prabowo-Gibran.

Permasalahan soliditas partai koalisi ini tentu saja akan berdampak pada efektifitas kerja pemerintahan. Kerja-kerja eksekutif akan terganggu karena mereka saling gontok-gontokan di dalam.

Lebih bermasalah lagi ketika program dan kebijakan eksekutif mendapatkan pertentangan atau bahkan penolakan di DPR.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh Prabowo sebagai pemimpin yang diberi kewenangan? Ujungnya memang, dinamika yang ada perlu dikomunikasikan secara intens oleh Prabowo dengan ketua-ketua umum partai koalisi.

Sebagai pemimpin, masing-masing orang tentu memiliki ramuan dalam mengelola dinamika yang ada. Pendekatan apa pun bisa dilakukan, tergantung gaya kepemimpinan yang dimilikinya, dan tentu saja senapas dengan upaya untuk mengamankan kepentingan dari pemimpin itu sendiri.

Dari perspektif komunikasi kepemimpinan, ada tiga proses kognitif yang perlu menjadi bagian dari kerangka kerja seorang pemimpinan dalam mengambil keputusan, yaitu: sensemaking, sensegiving, dan sensenegotiation (Berger & Meng, 2014).

Sensemaking berkaitan dengan kemampuan pemimpin dalam menjelaskan tentang masalah yang terjadi dan bagaimana maknanya bagi pengikutnya.

Dalam konteks Prabowo sebagai sensmaker, dia perlu menjelaskan kepada partai koalisi, terutama ketua-ketua umumnya tentang apa yang diinginkannya terkait dengan format dan bentuk koalisi untuk pemerintahannya, lima tahun ke depan.

Juga tentang kuota menteri dari masing-masing koalisi, mengapa perlu mengajak partai lain (misalnya, Nasdem dan PPP) masuk dalam koalisi, serta berapa besaran kursi menteri yang akan diberikan kepada partai koaisi dan partai yang akan diajak bergabung nantinya.

Khusus untuk yang terakhir ini, Prabowo perlu menjelaskan alasan mengapa diberi kuota tersebut, pada pos kementerian apa, dan alasan penempatan mereka pada kementerian tersebut.

Kompetensi kedua dalam komunikasi kepemimpinan adalah sensegiving. Di sini, penjelasan yang disampaikan pemimpin pada tahap sensmaking tadi, digunakan sebagai upaya untuk mencapai kesepahaman bersama. Ujungnya, pemimpin tersebut bisa memengaruhi bawahannya.

Sebagai sensegiver, seorang pemimpin bisa menggunakan ritual, storyteller, SOP, regulasi, dan lain-lain.

Pilihan yang diambil Prabowo, dalam kapasitas sebagai sensgiver untuk meyakinkan partai koalisi, misalnya dengan pendekatan mendasarkan pada pengalaman pemerintahan-pemerintahan sebelumnya - ini tercermin dari komunikasi intensnya dengan Jokowi selama ini, serta beberapa kali komunikasinya dengan SBY yang dilakukannya.

Prabowo juga perlu melihat raihan suara masing-masing partai politik; kontribusi masing-masing partai (juga individu serta kelompok relawan) dalam pemenangannya di pilpres lalu; serta signifikansi kursi partai politik di parlemen (ini kaitannya dengan dukungan terhadap kebijakan pemerintahannya nanti di legislatif).

Komunikasi kepemimpinan yang ketiga adalah pemimpin harus memiliki sensenegotiation. Maksudnya bahwa pemimpinan harus berusaha untuk melakukan negosiasi.

Dalam konteks ini, Prabowo terlihat sudah melakukan komunikasi secara personal dengan beberapa ketua umum partai koalisi, melalui berbagai kesempatan buka puasa bersama.

Saat konferensi pers di acara Peringatan Nuzul Quran dan Buka Puasa Bersama DPP Golkar, meski tidak disampaikan secara terbuka, Airlangga mengaku sudah menyampaikan kontribusi partainya dalam pemenangan Prabowo-Gibran.

Komunikasi tersebut tentu bermaksud memberikan penegasan tentang permintaan minimal lima kursi menteri yang pernah diutarakan sebelumnya.

Meski kabinet Prabowo-Gibran baru akan efektif bekerja di medio Oktober 2024 nanti (pascapelantikan), namun publik terlihat sudah ramai membincangkan hal itu.

Kini, publik tentu menunggu ramuan kabinet Prabowo dan bagaimana proses komunikasi yang dilakukannya guna membentuk kabinet idealnya.

Ramuan kabinet yang tepat akan sangat menentukan jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran lima tahun ke depan, terciptanya stabilitas politik, iklim investasi terjamin, yang ujungnya tentu akselarasi pembangunan menuju Indonesia Emas 2045, sebagaimana yang digaungkan selama ini. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com