JAKARTA, KOMPAS.com - Cendekian Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir mengakui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dekat dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Gus Nadir, sejak dahulu NU memang tidak pernah mengambil posisi memusuhi pemerintahan yang sah dan memilih posisi antipemerintah.
Hal ini sesuai dengan akidah ahlussunnah wal jamaah.
Baca juga: Gus Nadir Sebut Publik Melihat PBNU Rangkul Semua Partai Kecuali PKB
Meski demikian, Gus Nadir mempertanyakan apakah PBNU di masa kepemimpinan Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya ini bisa dikatakan dekat pemerintah atau melekat.
“Karena kalau sudah melekat tahi kambing terasa cokelat, kan begitu,” ujar Gus Nadir dalam wawancara eksklusif di program GASPOL! yang tayang di YouTube Kompas.com, Sabtu (20/1/2024).
Menurut Gus Nadir, jika PBNU melekat dengan pemerintahan akan menjadi sulit bertindak obyektif.
Karena itu, beberapa waktu terakhir muncul banyak pertanyaan dari para aktivis hak asasi manusia (HAM), lingkungan, dan antikorupsi mengenai bagaimana sikap PBNU terhadap pemerintah.
Baca juga: Gus Nadir Ungkap Awal Mula Keretakan PBNU dengan PKB
Pertanyaan itu diajukan lantaran menjelang kemenangannya sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar di Lampung 2021 lalu, Gus Yahya menggunakan tagline menghidupkan Gus Dur.
“Sehingga orang-orang bilang, ‘Loh Gus Dur itu kan di masa Orde Baru sangat kritis’,” kata Gus Nadir.
“Bahwa Gus Dur menjadi bagian pemerintahan kan hanya dua tahun yang kemudian disuruh turun,” ujar dia.
Gus Nadir juga melihat PBNU di kepemimpinan Gus Yahya tidak bersikap dalam beberapa momentum penting.
Ketika masyarakat mendapai dugaan perbuatan korup pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo misalnya, justru mantan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang bersuara lantang.
Kiai Said menyerukan warga NU untuk memboikot membayar pajak.
Kemudian, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan putusan kontroversial mengenai syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Masuk TKN Prabowo-Gibran, Khofifah Bakal Nonaktif di PBNU Mulai Besok
Putusan itu yang membuat putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka bisa melenggang maju menjadi calon wakil presiden dan sarat dengan pelanggaran etik.
“Itu PBNU kan diam, padahal kalau bicara pelanggaran etika dalam konsep Islam itu adalah pelanggaran terhadap akhlakul karimah, akhlak yang mulia,” tutur Gus Nadir.
“Dan itu yang kemudian (publik) bertanya ini ada apa?” ujar Gus Nadir.
Selain itu, dalam pada musyawarah nasional (Munas) NU terakhir, Gus Yahya menyatakan NU akan mengikuti apa kata Presiden Jokowi. Ia bahkan menyebut Presiden Jokowi merupakan orang NU.
Sikap semacam ini membuat publik bertanya-tanya apakah kedekatan PBNU dengan pemerintah sama seperti era sebelumnya atau melekat erat.
“Kalau melekat erat kenapa? Apakah karena rumor di luar bahwa Gus Yahya naik jadi ketua umum karena dukungan pemerintah misalnya? Ya saya tidak tahu,” kata dosen Fakultas Hukum Monash University Australia.
Sikap Gus Yahya saat ini juga menjadi sorotan karena saat terpilih pada Muktamar 2021 di Lampung menyatakan PBNU tidak bisa ditarik ke politik praktis.
Namun, beberapa waktu terakhir petinggi PBNU justru menjadi pendukung capres-cawapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.