JAKARTA, KOMPAS.com - Sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai bisa mempengaruhi dan menjadi beban secara politik bagi pasangan bakal calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sebab Anwar dinyatakan bersalah melukan pelanggaran kode etik Hakim MK, dalam penanganan perkara uji materi Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.
Putusan yang mengabulkan sebagian permohonan penguggat dianggap membuka jalan bagi Wali Kota Solo sekaligus anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, buat menjadi salah satu peserta pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Situasi ini akan menambah beban negatif bagi pasangan Prabowo-Gibran," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti saat dihubungi pada Rabu (8/11/2023).
Baca juga: PDI-P: Gibran Pandai Gunakan Isu Playing Victim
Ray juga menyinggung soal dampak politik dari putusan MKMK terhadap elektabilitas Prabowo-Gibran.
Menurut dia, sanksi terhadap Anwar membuktikan putusan uji materi yang mengabulkan sebagian permohonan terkait perubahan syarat batas usia capres-cawapres sarat dengan konflik kepentingan.
Maka dari itu, Ray menilai meski pendaftaran Gibran menjadi bakal cawapres secara hukum sah, tetapi tidak menutup kemungkinan keikutsertaannya dalam ajang Pilpres tidak dapat menarik simpati masyarakat.
"Di tengah stagnasi elektabilitas pasangan ini, bahkan punya kecenderungan turun, putusan ini akan berdampak bagi melekatnya cap pasangan dinasti/nepotis bagi mereka," ucap Ray.
Baca juga: KPU: Pencalonan 3 Capres-cawapres Sudah Memenuhi Syarat, Termasuk Gibran
Menurut Ray, jika yang terjadu demikian makan akan semakin menyulitkan Prabowo-Gibran serta tim pemenangan mereka buat meyakinkan pemilih, khususnya di kalangan kaum muda.
"Putusan itu penting bagi pelibatan partisipasi kaum muda dalam kepemimpinan nasional. Gejala penolakan terhadap dinasti politik terlihat makin menguat," ujar Ray yang merupakan salah satu deklarator Maklumat Juanda.
Secara terpisah, dalam paparan hasil jajak pendapat oleh lembaga survei Charta Politika yang digelar pada 26-31 Oktober 2023 memperlihatkan persepsi publik menganggap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden adalah bentuk penyalahgunaan wewenang Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Memang mayoritas mengatakan bahwa ini tone-nya negatif, bahwa ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang karena kita tahu memang ketua MK-nya sendiri ada conflict of interest sebagai paman dari Gibran," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, Senin (6/11/2023) lalu.
Yunarto menjelaskan, dalam survei ini, pihaknya mendapati ada 62,3 persen responden yang mengetahui putusan MK tersebut.
Baca juga: Politisi PDI-P Sindir Ada Partai Tua Siapkan Kader Maju Pilpres, tetapi Menyerah dan Usung Gibran
Lalu, pihaknya kembali bertanya kepada 62,3 persen responden itu mengenai anggapan bahwa putusan tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang oleh Jokowi untuk memudahkan Gibran menjadi calon wakil presiden.
"Ternyata hampir 50 persen, 49,9 persen menyatakan setuju dengan statement ini. Bahwa 50 persen menyatakan bahwa ini adalah penyalahgunaan wewenang," kata Yunarto.