Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pola Janggal Saat Pemilu: Penukaran Pecahan Rp 50.000 Melonjak, Transaksi Tinggi pada Masa Tenang

Kompas.com - 10/08/2023, 10:21 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pola transaksi janggal terindikasi pada masa pemilu. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, transaksi tersebut ada yang berkaitan dengan politik uang, ada pula yang diduga berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang.

Hasil analisis PPATK menyebutkan, transaksi keuangan selama masa pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada) selalu tinggi. Namun, ada pola-pola transaksi tidak wajar.

Misalnya, memecah-mecah transaksi (structuring) sumbangan dana pemilu melalui rekening joint account peserta pemilu, penerimaan dana sumbangan pemilu melalui pihak ketiga, penampungan dana operasional pemilu ke rekening pribadi penyelenggara atau pengawas pemilu, dan lainnya. Berikut di antaranya.

Menukar uang

Salah satu temuan PPATK menyebutkan bahwa marak terjadi penukaran uang pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000 di bank selama masa tenang pemilu atau satu hingga tiga hari jelang pemungutan suara.

Baca juga: Bahasa Kampanye Pemilu di Ruang Publik

PPATK menduga, masifnya aktivitas tersebut merupakan bagian dari politik uang pemilu.

“Di minggu tenang ada penukaran Rp 113 miliar uang Rp 50.000-an dan Rp 100.000-an hanya dari satu calon,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu yang ditayangkan YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (8/8/2023).

Temuan tersebut merupakan hasil penelusuran berdasarkan sampel 320 rekening khusus dana kampanye (RKDK) yang melibatkan 1.022 peserta pemilu.

Transaksi tinggi saat masa tenang

Temuan lainnya, Ivan mengungkap, transaksi terkait pemilu justru melonjak pada masa tenang atau satu hingga tiga hari sebelum pemungutan suara.

Sebaliknya, menurut RKDK peserta pemilu, transaksi yang tercatat selama masa kampanye justru lebih rendah dibandingkan dengan masa tenang.

“Kalau transaksinya banyak di masa kampanye oke, untuk biaya kampanye, sewa gedung, beli makan, beli kaus, bayar macam-macam itu di masa kampanye. Tapi kenapa RKDK ini banyak bergeraknya di minggu tenang?” kata Ivan.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). PPATK sebut nilai judi online capai ratusan triliun rupiah.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). PPATK sebut nilai judi online capai ratusan triliun rupiah.
PPATK menemukan, grafik kampanye peserta pemilu tak berbanding lurus dengan grafik RKDK para peserta pemilu.

Terjadi anomali bahwa ketika aktivitas kampanye sedang tinggi, transaksi keuangan terkait pemilu yang terekam dalam RKDK malah cenderung statis.

“Kampanye tampak tidak didanai dari RKDK. Aktivitas meningkat namun transaksi cenderung statis. Menyewa gedung (untuk kampanye) katanya di gedung-gedung ini sering, tapi begitu kita cek RKDK flat,” ungkap Ivan.

Sumber dana tak tercatat

Atas temuan tersebut, PPATK menduga, aktivitas kampanye para peserta pemilu didanai oleh sumber-sumber yang tak tercatat.

Sumber dana itu bisa jadi berasal dari pihak yang melakukan aktivitas ilegal, seperti pelaku illegal logging, pelaku illegal mining, bahkan bandar narkotika.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Megawati Cermati 'Presidential Club' yang Digagas Prabowo

Megawati Cermati "Presidential Club" yang Digagas Prabowo

Nasional
Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

Nasional
Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

Nasional
Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

Nasional
Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

Nasional
Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Nasional
Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

Nasional
Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

Nasional
Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

Nasional
KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com