JAKARTA, KOMPAS.com - Keterbukaan yang dilakukan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dalam menangani perkara dugaan suap eks Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi, dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, perlu dikawal supaya tidak menimbulkan berbagai dugaan di tengah masyarakat.
"Yang penting proses penanganannya dari Puspom TNI dan pengadilannya harus transparan supaya masyarakat bisa memahami dan tidak menimbulkan kebingungan," kata mantan Hakim Agung Kamar Pidana Militer Gayus Lumbuun saat dihubungi pada Selasa (1/8/2023).
Penyidik Puspom TNI kemarin, Senin (31/7/2023) menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Keduanya pun langsung ditahan di instalasi tahanan militer Puspom TNI Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Baca juga: KPK Sebut Pembahasan MoU dan Tim Koneksitas Kasus Kabasarnas Tunggu Jadwal Panglima TNI
Kasus dugaan suap itu terungkap setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Juli 2023.
Saat itu Afri menjadi salah satu pihak yang ditangkap karena diduga menerima uang suap sebesar lebih dari Rp 900 juta terkait proyek di Basarnas.
Gayus mengatakan, karena KPK yang mengungkap dugaan suap itu maka sebaiknya proses penanganan perkara Henri dan Afri dilakukan secara koneksitas dengan Puspom TNI.
Apalagi sistem koneksitas diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sistem koneksitas diatur dalam Pasal 84 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Yang dimaksud dengan penanganan perkara hukum secara koneksitas adalah suatu sistem peradilan yang diterapkan atas suatu tindak pidana di mana di antara tersangka atau terdakwanya terjadi penyertaan turut serta atau secara bersama-sama antara individu sipil dan militer (TNI).
"Tidak perlu ada perubahan dalam aturan atau penanganan baru. Cukup dengan sistem koneksitas yang sudah diatur di KUHAP juga," ucap Gayus.
Penanganan perkara Henri dan Afri sempat menjadi problem antara KPK dan Puspom TNI. Setelah operasi penangkapan itu, KPK sempat mengundang penyidik Puspom TNI dalam gelar perkara (ekspos).
Dalam ekspos itu disepakati terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap dan penanganan terhadap Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI.
Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Akan tetapi, Puspom TNI menyatakan KPK melampaui prosedur karena Henri dan Afri adalah perwira aktif, dan yang bisa menetapkan status hukum keduanya adalah penyidik polisi militer.
KPK lantas meminta maaf dan mengaku khilaf dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka dan menyerahkan penanganan keduanya kepada Puspom TNI.
Baca juga: Kasus Kabasarnas Diadili secara Militer, Pakar Khawatir Vonisnya Dipengaruhi Pangkat
Henri dan Afri bakal diadili di pengadilan militer karena dugaan suap itu dilakukan ketika mereka aktif dalam dinas TNI.
Saat ini KPK menetapkan 3 pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.