Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kabasarnas Diadili secara Militer, Pakar Khawatir Vonisnya Dipengaruhi Pangkat

Kompas.com - 01/08/2023, 14:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, meragukan akuntabilitas penanganan kasus suap yang menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, kemarin. Proses pengadilan terhadap keduanya dilakukan di pengadilan militer, usai kisruh penanganannya dengan KPK sebelumnya.

Bivitri menyinggung pengadilan militer memiliki mekanisme yang berbeda dengan pengadilan sipil, sekalipun kasus suap yang menjerat Henri dan Afri merupakan tindak pidana dalam jabatan sipil.

"Jangan lupa, karena pengadilan militer, dia akan menggunakan sistem yang akan melihat pangkat, mana yang jenderal, mana yang kolonel, mana yang segala macam," ucap Bivitri memberi contoh, Selasa (1/8/2023).

Baca juga: Dugaan Suap Kabasarnas Bisa Ditangani Koneksitas jika TNI Legawa atau Ada Perintah Presiden

"Jadi, pemberian vonisnya bisa diduga akan sangat dipengaruhi oleh pangkat-pangkat kemiliteran mereka," lanjutnya.

Bivitri menyampaikan, dalam sistem pengadilan militer, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya merupakan prajurit aktif, mulai dari penyidik, penuntut (oditur militer), sampai hakimnya.

"Itu semua dipegang militer dengan pangkat-pangkat tertentu," kata dia.

"Banyak sekali masalah di pengadilan militer karena mereka memang mekanismenya berbeda dengan pengadilan sipil," ucap Bivitri.

Baca juga: KPK Sebut Pihak TNI Ingin Ada MoU Penanganan Kasus Korupsi Militer-Sipil

Pengadilan militer kerap bermasalah

 

 

Sebelumnya, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu menyinggung beberapa kasus dalam peradilan militer yang penyelesaiannya tak memuaskan.

Pada kasus korupsi di lingkungan Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksma Bambang Udoyo selaku prajurit yang terlibat korupsi hanya divonis 4,5 tahun penjara.

Pada kasus pengadaan helikopter AW-101, pengusutan atas keterlibatan para prajurit aktif malah dihentikan Puspom TNI karena diklaim tak cukup alat bukti, sehingga tersangka dari unsur tentara tak diproses ke meja hijau.

Satu proses hukum yang cukup layak diapresiasi adalah vonis penjara seumur hidup atas Brigadir Jenderal Teddy Hernayedi yang dijatuhi Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada 30 November 2016.

Baca juga: Kasus Kabasarnas Berbuntut Panjang, Penempatan Perwira TNI di Lembaga Sipil Bakal Dievaluasi Total

Majelis hakim menyatakan Teddy terbukti bersalah pada perkara korupsi pengadaan alutsista sebesar US$12,4 juta saat menjabat Kepala Bidang Pelaksanaan Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014.

Bivitri menyampaikan bahwa dilimpahkannya kasus prajurit aktif yang melakukan tindak pidana sipil ke pengadilan militer tak dapat dilepaskan dari warisan zaman Soeharto, ketika tentara secara eksklusif merasa sebagai "warga negara kelas satu".

"Itu diterbitkan 1997. Dari tahunnya kita bisa membaca, tahun segitu undang-undang Itu dilahirkan untuk melindungi jenderal-jenderal (yang diduga terlibat tindak pidana)," kata dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com