Subardjo seketika terkejut dan berkata, “Maaf, Karni, saya sungguh lupa, tapi kita tunggu sebentar…”.
Sebelum Soebardjo sempat menyampaikan kertas tersebut ke Soekarno, ternyata, Bung Besar sudah menyarankan supaya naskah Proklamasi ditandatangani dengan keterangan “Wakil-wakil Bangsa Indonesia”.
Namun, gagasan Soekarno tersebut ditolak oleh Sukarni. Ia enggan kelompok pemuda disejajarkan dengan para anggota Badan Persiapan Kemerdekaan yang kala itu ia anggap bekerja sama dengan Jepang terkait kemerdekaan.
Sempat muncul usulan supaya semua yang hadir di ruangan memberikan tanda tangan. Namun, gagasan tersebut lagi-lagi ditolak oleh Sukarni.
Di tengah kusutnya situasi, Sayuti Melik tampil dengan usulnya supaya hanya Soekarno dan Hatta yang membubuhkan tanda tangan.
“Saya kira tidak ada yang akan menentang kalau Soekarno dan Hatta yang menandatangani Proklamasi atas nama Bangsa Indonesia,” katanya.
Akhirnya, usul Sayuti itu diterima oleh semua pihak yang hadir di ruangan tersebut. Maka, dibubuhkanlah tanda tangan Soekarno dan Hatta di teks Proklamasi untuk mewakili Bangsa Indonesia.
Baca juga: Seabad NU dan Kisah Resolusi Jihad dalam Pertahankan Kemerdekaan Indonesia
Selang 6 jam setelah perdebatan itu, naskah Proklamasi dibacakan oleh Soekarno tepat 17 Agustus pukul 10.00 WIB di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.
Bunyi lengkap teks Proklamasi sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.