Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Buruh Berencana Uji Formil UU Kesehatan ke MK

Kompas.com - 13/07/2023, 15:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh bakal melayangkan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Kesehatan.

"Judicial review (JR) UU Kesehatan ini akan diajukan ke MK bilamana sudah didapatkan nomor dari undang-undang tersebut. Karena kalau belum ada nomor, tidak bisa diajukan JR," ucap Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam jumpa pers virtual, Kamis (13/7/2023).

Ia mengeklaim, gugatan uji formil ini mewakili para serikat buruh, petani, dan kelompok-kelompok kelas pekerja lain, termasuk para tenaga kesehatan.

"Tenaga kesehatan, baik itu dokter, perawat, bidan, tenaga rontgen, dan lain sebagainya itu kan juga tenaga kerja," ucap dia.

Baca juga: Apa Isi RUU Kesehatan dan Mengapa Ditentang Para Nakes?

Pria yang juga merupakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu menegaskan, pembahasan dan penyusunan Rancangan UU Kesehatan di parlemen tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna, apalagi mendengar dan memperhatikan suara buruh, petani, nelayan, dan tenaga kesehatan.

Ia mengeklaim, uji materil atas substansi undang-undang yang mendapatkan banyak penolakan dari ragam organisasi profesi kesehatan ini juga akan dilayangkan ke MK, menyusul gugatan uji formil.

Said Iqbal menilai bahwa UU Kesehatan yang baru disahkan pada Selasa lalu mengandung beberapa hal yang bakal merugikan masyarakat umum dan buruh pada khususnya.

Ia menganggap, beleid ini akan berpengaruh pada sistem jaminan sosial nasional yang merupakan hak para buruh.

Baca juga: RUU Kesehatan, Kendaraan dari Negara Terjangkit Wabah Dilarang Turunkan Penumpang Sembarangan

Terlebih, BPJS bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri terkait, yang dianggap menimbulkan risiko tata kelola jaminan sosial rawan diintervensi.

Lalu, UU Kesehatan menghapus penganggaran wajib/mandatory spending dari negara untuk sektor kesehatan.

Said cs menilai, hal ini mengabaikan konstitusi.

"Dampaknya, masyarakat akan dirugikan dengan dikuranginya anggaran kesehatan sehingga masyarakat akan ada iuran tambahan (out of pocket) dan fasilitas kesehatan bisa makin buruk khususnya di wilayah 3T," kata dia.

Hal lain yang menjadi permasalahan kaum buruh yakni dewan pengawas (dewas) unsur pekerja dan pemberi kerja dikurangi dari dua menjadi satu, sedangkan wakil kementerian bertambah dari dua menjadi empat.

Baca juga: Dukungan terhadap Demokrat Terlontar ketika Demo Nakes RUU Kesehatan

Partai Buruh beranggapan, independensi dewas bisa terganggu karena intervensi birokrasi.

"Sektor kesehatan akan menjadi lahan investasi melalui layanan mutu kesehatan," ujar Said Iqbal.

"Di sisi lain, profesi tenaga kesehatan yang terhimpun dalam organisasi profesi diragukan, dampaknya tenaga medis akan diekploitasi oleh pemilik modal atau rumah sakit dan tidak ada organisasi profesi yang menaunginya/melindunginya," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023), menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI siang ini.

Ratusan tenaga kesehatan ini tergabung dalam sejumlah organisasi profesi, seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Mereka menilai, ada sederet masalah dalam proses penyusunan maupun substansi UU Kesehatan yang dibikin hanya dalam kurun 1 tahun.

Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi kembali mengungkit penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan yang tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan undang-undang, yaitu asas keterbukaan/transparan dan partisipatif.

Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).

Baca juga: DPR Sahkan RUU Kesehatan Jadi UU

Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.

IDI juga menilai bahwa perumusan RUU Kesehatan tidak jelas dan tidak mempunyai landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta tidak mendesak.

"Sembilan UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain," kata Adib dalam keterangannya.

IDI justru menilai, berbagai aturan baru dalam UU Kesehatan berpotensi mengganggu kestabilan sistem kesehatan.

Mereka mengaku siap menggugat beleid ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka juga menyoroti dibolehkannya dokter asing bekerja di Indonesia.

Hal ini diakui pula oleh pemerintah, meski mengeklaim izin itu bakal diberikan terbatas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ataupun rumah sakit swasta tempat investor negaranya menanam saham.

"Poin yang paling mendasar untuk kami salah satunya adalah memberikan privilege khusus untuk dokter asing, kemudahan mereka praktik di sini. Sementara orang kita, untuk praktik saja prosedurnya cukup panjang," ucap Ketua Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tangerang Selatan Panji Utomo dalam aksi unjuk rasa.

Sorotan juga mengarah pada dihapusnya penganggaran wajib (mandatory spending) dari negara untuk sektor kesehatan, yakni 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.

IDI mengaku sepakat dengan Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) yang menyoroti hal ini dalam petisi yang dilayangkan ke Presiden RI Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Ini menunjukkan ketidakberpihakan kepada ketahanan kesehatan bangsa yang adekuat," kata dokter spesialis kandungan dan perwakilan FGBLP, Laila Nuranna Soedirman dalam konferensi pers secara daring, Senin (10/7/2023).

Baca juga: Bakal Ajukan Judicial Review, IDI Soroti Poin-poin Krusial dalam UU Kesehatan

Di samping itu, UU Kesehatan bersifat omnibus atau menggabungkan beberapa undang-undang menjadi satu. Namun, UU Kesehatan ini juga menghapus 9 undang-undang terkait keprofesian dan kesehatan.

Sembilan undang-undang itu sebagai berikut:

1. UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Menular

2. UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

3. UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

4. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

5. UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

6. UU Nomor 36 Tahun 2004 tentang Tenaga Kesehatan

7. UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

8. UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

9. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kebidanan.

Baca juga: IDI Mengaku Belum Tahu Isi RUU Kesehatan yang Disahkan

Penghapusan undang-undang khusus yang beberapa di antaranya mengatur tentang organisasi profesi kesehatan ini dikhawatirkan akan berdampak pada kepastian hukum para profesional itu.

Ini diakui pula anggota Badan Legislasi DPR RI dari fraksi Partai Demokrat, Santoso, yang siang tadi menemui pendemo di depan gedung DPR/MPR RI.

"Saudara semua tenaga kesehatan tidak dilindungi oleh negara. Itu harus kita tolak karena saudara adalah garda terdepan untuk kesehatan masyarakat," kata dia.

"Jika undang-undang di mana profesi kesehatan ditiadakan, maka profesi saudara tidak dihargai oleh negara dan posisi saudara akan sulit juga bekerja untuk rakyat," ujar Santoso.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com