"Kalau sudah dibaiat, bisa setiap hari ditelepon pada jam 22.00-03.00," kata Sukanto saat menceritakan pengalamannya di hadapan mahasiswa Universitas Dharma Persada, Jakarta, seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011.
Menurut Sukanto, orang-orang NII yang diutus menjadi perekrut ada yang pernah menimba ilmu di Al Zaytun.
Sukanto saat itu mengatakan, Al Zaytun disebut-sebut merupakan pusat kaderisasi gerakan NII KW 9.
Bahkan menurut dia, sepertiga santri di pondok pesantren itu merupakan anak dari warga NII. Lantas dua pertiganya adalah siswa dari kalangan umum.
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum dari Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, kata Sukanto, santri baru mendapat doktrin mengenai ajaran NII pada jenjang kelas tiga.
Baca juga: Bareskrim Bakal Gelar Perkara Kasus Ponpes Al-Zaytun Selasa Pekan Depan
Akan tetapi, lanjut Sukanto, lahan perekrutan calon anggota NII yang sebenarnya terjadi di tingkat universitas atau mahasiswa.
Dengan demikian, kata Sukanto, calon kader NII itu bisa tersebar di seluruh Indonesia untuk kuliah dan membuat cabang baru.
Sukanto mengatakan, modus serupa juga digunakan Yayasan Pondok Pesantren Indonesia (YPI) yang merekrut anak sekolah dasar untuk menjadi santri. Meski gurunya 98 persen adalah anggota NII, sama sekali tidak disebut-sebut soal gerakan itu.
"Jadi kalau ke sana, memang kelihatan tidak ada apa-apa," ucap Sukanto.
Soal dana gerakan, Sukanto menyebutkan, terdapat 9 pos pendanaan NII KW 9 yang harus dipenuhi anggotanya.
Baca juga: Bareskrim Akan Klarifikasi Petinggi Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Pekan Depan
Kewajiban itu mulai dari infak sebesar 25 dollar NII per bulan, uang fiskal kalau melintasi wilayah, sampai denda kalau merokok. Setiap anggota NII yang melanggar harus mendaftarkan kesalahannya dan mengakuinya kepada mahkamah.
"Misalnya, kita mengaku 4 hari yang lalu merokok dua batang dan 2 hari yang lalu memegang rambut seorang perempuan 100 kali," kata Sukanto.
Untuk mendapatkan uang buat membayar infak, kata Sukanto, mereka melakukan berbagai modus yang dikerjakan bersama.
Mulai dari dalih menghilangkan laptop teman sampai membuat proposal palsu dengan cap kampus palsu.
Praktik pengumpulan dana itu diduga juga dipraktikkan oleh Panji Gumilang secara langsung dalam peringatan 1 Muharam pada 2008 silam.
Baca juga: Beragam Temuan MUI Jelang Terbitkan Fatwa Terkait Al Zaytun
Saat itu jemaah dari seluruh Indonesia datang dan diminta melempar jumrah. Dalam waktu 1 jam, terkumpul sekitar Rp 4 miliar.
Menanggapi tuduhan itu, Panji Gumilang tetap membantah dirinya dan Al Zaytun dikaitkan dengan NII.
"Soal NII yang diributkan akhir-akhir ini, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati. Dalam sejarahnya, memang ada NII yang diproklamasikan tahun 1949 dan diperjuangkan sampai 1962. Setelah itu NII selesai. Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya agar kembali ke bumi pertiwi Indonesia," katanya kepada Kompas pada 2011 silam.
Belum lama ini Panji juga menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mencerminkan akhlak Islami dalam merespons polemik dirinya dan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.