Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Pertemuan Puan-AHY serta Jejak Rivalitas PDI-P dan Demokrat

Kompas.com - 12/06/2023, 10:43 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah kemelut di dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mencuri perhatian.

Penyebabnya adalah PDI-P menjajaki komunikasi dengan Partai Demokrat yang merupakan anggota KPP.

Di sisi lain, kondisi KPP saat ini tengah menghangat lantaran Partai Demokrat mendesak supaya bakal calon presiden yang mereka usung bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera, Anies Baswedan, segera mengumumkan kandidat calon wakilnya.

KPP juga dianggap bersikap berseberangan dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Padahal Partai Nasdem merupakan salah satu pendukung pemerintahan saat ini.

Akan tetapi, Demokrat dan PKS memang memperlihatkan sikap sebagai oposisi.

Baca juga: Rencana Pertemuan Puan-AHY, Upaya Rekonsiliasi PDI-P dan Demokrat Usai 20 Tahun Jalin Relasi Konflik?

Sedangkan Nasdem seolah tersisih dari pemerintahan lantaran yang pertama kali mengusung Anies. Sosok mantan gubernur DKI Jakarta itu kerap kali dianggap sebagai antitesis Jokowi.

PDI-P pun mulanya nampak enggan bekerja sama dengan Partai Demokrat menjelang Pemilu dan Pilpres. Apalagi setelah Demokrat berhimpun dengan Nasdem dan PKS di KPP.

Akan tetapi, kini situasi itu berbalik. PDI-P mulai main mata dengan Demokrat.

Hal itu terjadi setelah Ketua DPP PDI-P bidang politik Puan Maharani menyampaikan sejumlah nama yang masuk ke dalam daftar kandidat bakal cawapres untuk mendampingi bakal capres mereka, Ganjar Pranowo.

Salah satu nama yang masuk di dalam daftar itu adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Baca juga: PPP Tidak Keberatan PDI-P yang Rangkul Partai Demokrat

Puan bahkan dilaporkan bakal bertemu dengan AHY buat menjajaki peluang kerja sama politik itu.

“Nanti Mbak Puan akan bertemu dengan Mas AHY untuk melakukan dialog. Apalagi, untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara itu merupakan hal yang positif,” kata Hasto saat ditemui awak media di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (10/6/2023).

Sejurus dengan itu, sekjen kedua partai pun telah saling bertemu di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (11/6/2023).

Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengungkap, pertemuan dengan Hasto berlangsung hangat.

Kedua parpol sejauh ini masih menghormati pilihan politik masing-masing dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Sekjen PDI-P dan Demokrat Bahas Rencana Pertemuan Puan-AHY

“Walaupun kami sangat antusias membicarakan rencana pertemuan Mbak Puan dan Mas AHY, namun kami tetap menjaga etika politik dan saling menghormati posisi saat ini,” kata Riefky dalam keterangan tertulis.

 

Jejak rivalitas Demokrat dan PDI-P

Kolase foto Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji Kolase foto Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

Kabar tentang rencana pertemuan antara Puan dan AHY mengundang banyak pertanyaan terkait bagaimana sikap orang tua mereka masing-masing.

Penyebabnya adalah hubungan antara ibu Puan, Megawati Soekarnoputri, dengan ayah dari AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), belum benar-benar pulih karena persaingan politik di masa lalu.

Hal itu juga berimbas kepada sikap politik partai politik masing-masing.

Keduanya kerap diposisikan berhada-hadapan jika terjadi kemelut politik nasional. Bahkan ada yang menyebut mereka melakukan "Perang Dingin".

Rekam jejak rivalitas kedua tokoh politik yang sama-sama pernah menjabat sebagai presiden itu bisa ditarik jauh ke belakang.

Baca juga: Demokrat Terbuka atas Tawaran Kerja Sama PDI-P

Menurut beberapa informasi, Partai Demokrasi Indonesia kubu Megawati sebelum berubah menjadi PDI-P sempat menuduh SBY terlibat dalam Kerusuhan 27 Juli 1996, atau dikenal dengan peristiwa Kudatuli.

Saat itu massa PDI pro Megawati yang menduduki kantor DPP PDI di Menteng, Jakarta Pusat, diserang oleh massa. Dilaporkan 5 orang tewas, 149 orang luka, serta 23 orang hilang dalam peristiwa itu.

Setelah itu terjadilah gelombang demonstrasi menuntut Reformasi dan Presiden Soeharto memutuskan berhenti dari jabatannya pada 21 Mei 1998.

Megawati lantas mendirikan PDI-P yang memenangkan Pemilu 1999. Namun, Megawati baru menduduki jabatan presiden setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memutuskan memberhentikan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Presiden pada 23 Juli 2001.

Baca juga: Puan Maharani Ungkap Segera Bertemu AHY

Pada era Gus Dur, SBY diberi posisi sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Keamanan, dan Sosial.

Setelah Gus Dur dilengserkan, Megawati menunjuk SBY sebagai Menko bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) dalam Kabinet Gotong Royong.

Penunjukkan itu sempat dipersoalkan selain kaitan SBY dengan peristiwa Kudatuli juga karena dia adalah menantu dari mendiang Sarwo Edhie Wibowo. Sarwo Edhie dianggap sebagai perwira TNI AD yang berseberangan dengan Presiden Soekarno pada era Orde Lama.

Keretakan hubungan antara SBY dan Megawati terjadi menjelang Pilpres 2004. Hal itu dimulai dari keputusan SBY mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam pada 11 Maret 2004, atau sekitar 2 bulan sebelum pendaftaran kandidat capres-cawapres.

Baca juga: Puan Akan Temui AHY, Hasto: PDI-P Merangkul, Sambil Demokrat Tunggu Lamaran Anies

Saat itu SBY berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK). JK juga sempat menjadi Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan di kabinet Gotong Royong.

Pasangan capres-cawapres yang bersaing dalam Pilpres 2004 adalah SBY-JK, Megawati-Hasyim Muzadi, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, serta Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Hanya pasangan SBY-JK dan Megawati-Hasyim yang melaju ke putaran kedua. Akan tetapi pada akhirnya SBY-JK yang memenangkan Pilpres 2024. Sejak itu persaingan politik SBY dan Megawati terus terjadi.

Megawati kemudian kembali mencoba peruntungan di Pilpres 2009. Saat itu dia berpasangan dengan Prabowo Subianto. Sedangkan SBY sebagai petahana menggandeng Boediono.

Baca juga: Sudirman Said Sebut Demokrat Tak Paksakan AHY Jadi Cawapres Anies

Dalam Pilpres 2009 itu Megawati kembali kalah dari SBY-Boediono. Hubungan keduanya pun dianggap tidak pulih akibat persaingan politik.

Bahkan selama SBY menjabat sebagai presiden selama 2 periode, Megawati tidak pernah hadir memenuhi undangan memperingati hari ulang tahun kemerdekaan RI di Istana.

Saat itu Megawati kerap diwakilkan oleh suaminya, Taufiq Kiemas, atau Puan. Dia justru memilih memimpin upacara di kantor DPP PDI-P yang saat itu masih berada di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Keduanya baru bertemu pada peringatan HUT RI di Istana pada 2017. Bahkan Megawati dan SBY saat itu tertangkap kamera sempat bersalaman.

Kebersamaan SBY dan Megawati kembali terlihat dalam ajang  jamuan makan malam pada perhelatan KTT G20 pada November 2022 lalu.

(Penulis : Irfan Kamil | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com