Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Tunggu Pernyataan Resmi KPK Soal Status Tersangka Sekretaris MA Hasbi Hasan

Kompas.com - 12/05/2023, 09:36 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) menunggu pernyataan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait status tersangka Sekretaris Mahkamah Agung (Sekma) Hasbi Hasan.

Hal itu disampaikan Juru Bicara KY Miko Ginting, menanggapi pemberitaan terkait penetapan tersangka terhadap Hasbi Hasan oleh Komisi Antirasuah.

"KY menghormati proses penegakan hukum dan akan menunggu proses ekspose resmi dari KPK. Hingga hari ini, sebagaimana diketahui belum dilakukan ekspose resmi oleh pihak KPK," ujar Miko Ginting kepada Kompas.com, Jumat (13/5/2023).

Baca juga: Sekretaris MA Hasbi Hasan Jadi Tersangka KPK, Ini Respons MA

Miko menjelaskan, ekspose resmi dari KPK setidaknya dapat menjadi acuan sebagai penjelasan umum terkait konstruksi tindak pidana serta dugaan peran yang bersangkutan.

Informasi ini, berguna bagi Komisi Yudisial untuk melihat apakah ada aspek etik dan perilaku yang menjadi domain KY dalam menindak Hasbi Hasan.

"Perlu diketahui, yang bersangkutan menyandang profesi hakim sekalipun menduduki jabatan struktural sebagai Sekretaris MA. Dengan demikian, yang bersangkutan merupakan domain dari pengawasan KY," jelas Miko.

"Jika benar yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dan ada bukti permulaan terjadi juga pelanggaran etik, maka KY akan menjalankan pemeriksaan etik terhadap yang bersangkutan," ucapnya.

Baca juga: Sekretaris MA Hasbi Hasan Akan Jadi Saksi Sidang Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Menurut Miko, jika proses terhadap penegakan etik itu terjadi, maka hal ini akan menjadi rangkaian dari proses etik yang sebelumnya telah dijalankan KY terhadap rangkaian yang menjerat pejabat di MA.

Diketahui, KY sebelumnya telah memproses dua hakim MA yaitu Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh, yang terjerat kasus dugaan pengurusan perkara di MA.

Kendati demikian, ia menekankan bahwa proses etik yang dilakukan KY, termasuk pemeriksaan terhadap Hasbi Hasan akan mengikuti proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK.

"KY tidak akan grasak grusuk karena kita mesti hormati proses yang sedang berjalan di KPK. Yang paling penting proses, baik dari sisi hukum dan etik, sedang berjalan dan saling menyesuaikan," tutur Miko.

Baca juga: Periksa Sekretaris MA Hasbi Hasan, KPK Dalami Penanganan Perkara

KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, status hukum ini merupakan tindak lanjut dari alat bukti yang didapatkan tim penyidik dari keterangan sejumlah saksi dan tersangka suap di MA.

“Benar KPK telah tetapkan 2 orang pihak sebagai tersangka yaitu pejabat di MA dan seorang swasta,” kata Ali dalam keterangan resminya, Rabu (10/5/2023).

Dua sumber Kompas.com di internal KPK membenarkan, tersangka baru itu adalah Sekretaris MA, Hasbi Hasan dan Komisaris PT Wijaya Karya (Wika) Beton, Dadan Tri Yudianto.

Lebih lanjut, Ali menuturkan, KPK saat ini memprioritaskan pengumpulan alat bukti untuk melengkapi bukti permulaan yang telah berhasil didapatkan.

Ali mengatakan, penetapan tersangka baru ini merupakan bentuk komitmen KPK mengembangkan setiap kasus korupsi.

Baca juga: KPK Periksa Sekretaris MA Hasbi Hasan

“Setiap perkara yang memiliki kecukupan alat bukti dan membawa pihak yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum,” ujar Ali.

Selain itu, Ali juga menuturkan pihaknya telah mencegah satu pejabat di MA terkait perkara suap ini.

Pencegahan berlaku terhitung 9 Mei hingga 9 November 2023. Cegah dilakukan agar pihak terkait tidak keluar dari wilayah Indonesia.

“Cegah ini juga didasari karena kebutuhan penyidikan,” ujarnya.

Terpisah, Subkoordinator Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Achmad Nursaleh mengatakan, pihaknya telah mencegah Hasbi Hasan ke luar negeri.

“Pengajuan Pencegahan dari pihak KPK atas nama Hasbi Hasan. Masa Berlaku Pencegahan: 09 Mei 2023 sampai dengan. 09 November 2023,” kata Nursaleh.

Baca juga: Sekretaris MA Hasbi Hasan Mangkir dari Panggilan KPK

Adapun Dadan telah masuk dalam daftar cegah yang diajukan KPK sejak 12 Januari lalu.

Sebelumnya, nama Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul beberapa kali dalam persidangan kasus dugaan jual beli perkara di Mahkamah Agung.

Salah satu terdakwa penyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera mengungkapkan, jalur lobi pengurusan perkara di MA tidak hanya dilakukan lewat bawah.

Melalui Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto, klien Yosep yang bernama Heryanto Tanaka diduga melakukan lobi dengan pihak MA.

Dadan diduga menjembatani Tanaka dengan Sekretaris MA.

“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep saat mengikuti sidang, Rabu (22/2/2023).

Tidak hanya itu, Yosep menyebut bahwa Dadan mendatangi kantornya dan melakukan video call dengan Hasbi.

Baca juga: KPK Akan Sita Barang Rafael di Grace Tahir jika Hasil Korupsi

Sementara itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tanaka mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Transaksi itu dilakukan terkait perkara pidana Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman. MA menyatakan, Budiman terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan akta. Ia kemudian divonis 5 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com