JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan, negara ASEAN sepakat tidak mengundang Myanmar pada level politik di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam KTT ke-42 yang terselenggara pekan depan, sebanyak delapan kepala pemerintahan akan hadir, serta Sekjen ASEAN dan Perdana Menteri Timor Leste.
"Sesuai keputusan para leaders, Myanmar tidak diundang pada level politik," kata Retno Marsudi dalam konferensi pers di Gedung Nusantara Kemenlu RI, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-o-cha dipastikan tidak dapat hadir. Sebab, Pemilu di Thailand akan dilakukan pada 14 Mei 2023.
Baca juga: 8 Jenderal Polri Turun Tangan Pimpin Satgas di KTT ASEAN 2023 di Labuan Bajo
Kendati begitu, otoritas Thailand akan mengutus orang lain untuk menggantikan PM Thailand.
"Beliau mengutus Deputi Perdana Menteri untuk menjadi utusan khusus Perdana Menteri Thailand," ujar Retno Marsudi.
Lebih lanjut, Retno mengatakan, KTT ASEAN untuk pertama kalinya dilakukan dua kali dalam setahun secara fisik.
Diketahui, KTT ke-42 ASEAN akan dilakukan di Labuan Bajo, 10 - 11 Mei 2023. Sementara itu, KTT ke-43 akan diselenggarakan di Jakarta pada 5-7 September 2023.
Baca juga: Johnny Plate: KTT Ke-42 ASEAN Jadi Ajang Tunjukkan Pembangunan Telekomunikasi dan Digital Indonesia
Sejauh ini, di dalam satu tahun kalender keketuaan Indonesia dalam KTT ASEAN, sudah diselenggarakan 195 pertemuan dari 540 yang dijadwalkan. Sebanyak 74 dari 307 pertemuan akan dilakukan di Indonesia, tepatnya di Sekretariat ASEAN.
"Sekretariat ASEAN penting untuk dioptimalkan penggunaannya," kata Retno Marsudi.
Ia juga mengatakan, keketuaan Indonesia dalam ASEAN dijalankan di tengah berbagai tantangan dunia. Seperti, rivalitas antara kekuatan besar, termasuk di kawasan Indo-Pasifik. Serta, saat pertumbuhan ekonomi dunia terus terkoreksi.
Secara internal, ASEAN juga terus menghadapi situasi di Myanmar. Pada tahap awal keketuaan, Indonesia memutuskan untuk mengambil pendekatan non-megaphone diplomacy.
Tujuannya adalah untuk memberikan ruang bagi para pihak untuk membangun kepercayaan dan agar para pihak lebih terbuka dalam berkomunikasi.
Baca juga: Jelang KTT ASEAN, Harga Sewa Rumah dan Kos-kosan di Labuan Bajo Naik Fantastis
Pendekatan ini kemudian disambut baik oleh para pihak, termasuk stakeholders di Myanmar.
"Non-Megaphone diplomacy atau quiet diplomacy bukan berarti Indonesia tidak melakukan apapun. Yang terjadi sebaliknya adalah dalam empat bulan ini, Indonesia telah melakukan banyak hal yang mudah-mudahan akan menjadi modal bagi upaya selanjutnya," ujar Retno.
Menurut Retno Marsudi, ada beberapa fokus yang dijalankan. Salah satunya menyuarakan pentingnya penghentian penggunaan kekerasan. Sebab, kekerasan yang meningkat di Myanmar telah memakan korban sipil yang cukup banyak.
Indonesia sebagai Ketua ASEAN, kata Retno Marsudi, mengecam keras kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil yang semakin banyak.
"Kekerasan harus dihentikan. Saya ulangi, kekerasan harus segera dihentikan. Tanpa dihentikannya kekerasan, maka tidak akan ada perdamaian di Myanmar. Dan keselamatan rakyat Myanmar harus terus menjadi perhatian kita semua," kata Retno Marsudi.
Baca juga: Polri Kerahkan 2.627 Personel Amankan KTT ASEAN di Labuan Bajo
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.